Thailand bukan hanya Bangkok, Phuket atau Pattaya. Beragam pengalaman menarik dan berbeda, bisa saya dapatkan di Thailand Utara yakni Provinsi Chiang Mai dan Chiang Rai yang merupakan provinsi paling utara. Berikut sambungan dari Overland menuju Chiang Mai dan Chiang Rai, Thailand (16 – 25 Januari 2014) - Part 1 perjalanan darat dari Johor yang merupakan kota paling selatan semenanjung Malaysia hingga Chiang Rai provinsi paling utara Thailand.
- 21 Januari
Pagi hari, rencana awal kami ingin ke Chiang Rai. Namun, penasaran dengan Doi Suthep khususnya hilltribe villagenya. Akhirnya kami tambah satu hari di Chiang Mai dan sekitar pukul 08:2 kami bergerak menuju Doi Suthep melawan dinginnya suhu pegunungan utara Thailand lagi di pagi hari. Beberapa view point, sempat menarik perhatian dan membuat kami berhenti untuk melihat keindahan alam dari ketinggian terlebih dahulu sembari istirahat.
Kami juga menyempatkan diri untuk mengunjungi Wat Phrathat Doi Suthep dan melihat-lihat aktivitas di sini. Biaya masuk 30 baht untuk foreigner, tapi berhubung tampang Indonesia dan Thailand tak jauh berbeda, kami langsung masuk tanpa bayar. Sebelum masuk, kami harus menaiki 309 anak tangga, tapi saat saya menaiki tangga ini hingga tiba di Wat Phrathat, sepertinya tidak sampai 309, tapi entahlah. Untuk yang tidak ingin naik tangga, sudah disediakan elevator dengan membayar sekitar 50 baht kalau tidak salah.
Kami juga menyempatkan diri untuk mengunjungi Wat Phrathat Doi Suthep dan melihat-lihat aktivitas di sini. Biaya masuk 30 baht untuk foreigner, tapi berhubung tampang Indonesia dan Thailand tak jauh berbeda, kami langsung masuk tanpa bayar. Sebelum masuk, kami harus menaiki 309 anak tangga, tapi saat saya menaiki tangga ini hingga tiba di Wat Phrathat, sepertinya tidak sampai 309, tapi entahlah. Untuk yang tidak ingin naik tangga, sudah disediakan elevator dengan membayar sekitar 50 baht kalau tidak salah.
Wat Phrathat Doi Suthep, Chiang Mai |
Selepas dari Wat Phrathat, rencana ingin menuju puncak Doi Pui, yang ternyata tidak bisa kami temukan jalannya. Justru kami tiba di lokasi camping di ketinggian 1500 mdpl. Dari sini, hanya ada satu jalan yang juga mengarah ke Kun Chang Kian Mong Village. Jalan mulai semakin sempit dan banyak jalan rusak. Di tambah lagi jalan menanjak dan menurun yang cukup terjal. Debu-debu cukup banyak karena jalan sebagian sudah berupa tanah dan ngerinya lagi, banyak mobil yang naik hingga ke atas, sehingga harus bergantian untuk bergerak. Ternyata, di sini kami juga bisa menemukan bunga sakura, bahkan lebih banyak lagi serta tertata lebih rapi.
Setelah terus mengikuti jalan, kami dihadapkan simpangan jalan di mana ke kanan masuk ke kawasan yang menurut petunjuknya sebuah sekolah yang entah sekolah apa dan sebelah kiri merupakan jalan tanah, dengan petunjuk jalan tidak jelas karena menggunakan bahasa dan aksara Thailand. Akhirnya kami mengambil jalur kanan. Ternyata tidak mirip seperti sekolah, tetapi perkampungan kecil dengan beberapa toko souvenir, warung kopi dan pakaian adat. Semua handmade, bahkan kopi pun di olah sendiri di kampung ini. Mungkin inilah yang di sebut dengan Kun Chang Kian Mong Village. Kami menyewa pakaian adat dengan harga 50 baht, serta mengambil beberapa foto di perkampungan ini, serta berfoto dengan seorang penduduk juga. Terakhir, sebelum turun, kami mencoba segelas kopi di sini sekaligus menghangatkan diri. Ya, nyeruput kopi panas di tempat seperti ini memang kenikmatan tersendiri.
Doi Suthep dan Doi Pui National Park |
Pakaian Adat Suku Hmong |
Perjalanan turun ke bawah, di isi dengan bernarsis di kebun sakura dan menghangatkan diri di view point. Barulah sekitar pukul 15:00 kami tiba di Rumah Makan Bismilla lagi untuk mengisi perut. Kali ini kami mencoba Tom Yum Seafood yang ternyata porsinya sangat banyak. Ternyata juga, harganya cukup mahal yakni 165 baht. Ya, untuk perjalanan khas mahasiswa, mungkin segitu masih agak terasa memilukan. Hahaha
Pukul 4 sore, kami tiba di guest house untuk mandi dan Istirahat. Malamnya kembali ke Bismila untuk makan malam namun sebelumnya mampir di toko kaos handmade yang menjual beragam kaos dengan harga 100 baht saja per kaos. Kembali menyantap nasi goreng untuk efisiensi dan juga memang rasanya enak. Sekitar pukul 9 malam, kami kembali ke guest house untuk istirahat karena tubuh sudah terasa cukup lelah.
- 22 Januari
Pagi ini, kami akan berangkat ke Chiang Rai menuju The Golden Triangle dan White Temple (Wat Rong Khun). Pukul 8 kami mengembalikan motor yang kami sewa dan menuju Chiang Mai bus terminal menggunakan songtaew. Tiba di terminal, kami segera memesan tiket menuju Chiang Rai dengan harga 185 baht dengan jam keberangkatan pukul 9 pagi. Ternyata, teman satu kamar, Xiu Yang ingin bergabung bersama kami, tapi dia baru saja bangun saat kami akan check out, sehingga dia mempersilahkan kami untuk pergi duluan dan dia menyusul. Namun, saat saya tanya lagi ketika di jalan, dia mengubah rencana untuk mengunjungi Lopburi menggunakan kereta, karena sebelumnya dia tampak tertarik ingin mencoba kereta ketika kami sedang berbincang sebelumnya.
Bis tiba di Chiang Rai sekitar pukul 12. Lebih cepat daripada yang tertera di tiket dan langsung menuju informasi untuk mendapatkan angkutan menuju The Golden Triangle, yakni perbatasan antara tiga negara, Thailand, Myanmar dan Laos serta pertemuan antara Sungai Mekong yang merupakan sungai terpanjang di dunia dan Sungai Ruak. Untuk menuju kesana, kami naik van dengan ongkos 50 baht per orang. Van ini sepertinya punya jadwal sendiri kapan berangkat, namun saat kami naik, justru van ini menunggu sampai penuh dan hampir satu jam menunggu penumpang.
Sayangnya, ketika tiba di The Golden Triangle, tidak begitu banyak attraction yang bisa dilakukan di sini. Sedangkan untuk menyewa boat cukup mahal karena kami hanya berdua. Akhirnya kami hanya mengambil beberapa foto dan menikmati makan siang yang dibeli di sevel di daerah sini, karena tidak menjumpai lokasi makanan halal.
The Golden Triangle, Chiang Rai |
Selepas makan, kami langsung naik van lagi untuk kembali ke stasiun dan menuju White Temple. Kami tiba di terminal lagi sudah hampir pukul 6 sore dan ternyata White Temple punya jam operasional dan sudah tutup saat itu. Karena kami akan segera ke Bangkok malam ini, terpaksa dibatalkan menuju White Temple dengan rasa yang cukup mengecewakan. Bis ke Bangkok baru akan berangkat pukul 19:30 dari terminal bis 2. Seharusnya ada bis yang menghubungkan kedua terminal ini, berhubung sudah sore, bisnya sudah tidak ada sehingga mau tidak mau kami naik songtaew. Tiba di terminal bis 2, menunggu bis datang sembari menahan udara dingin 15˚C malam hari, cukup membuat rasa kurang nyaman. Ternyata bisnya terlambat datang dan baru berangkat pukul 9 lewat. Sadis..
Terminal Bis 2, Chiang Rai |
- 23 Januari
Dini hari, bis berhenti di salah satu rest area. Kalau mau makan, cukup tukarkan kupon. Sayangnya, semua tulisannya keriting dan entah halal atau tidak. Berhubung belum begitu lapar, kami tahan saja dan tidur kembali di bis. Pukul 7 pagi, bis tiba di stasiun Mochit dan saya baru sadar bahwa uang 1000 baht saya, hilang entah kemana atau mungkin tertukar dengan 100 baht saat membeli sesuatu karena warnanya hampir serupa. Alhasil dengan uang yang minim, berusaha untuk bertahan dan menunggu kiriman uang dari adik. Mempertimbangkan ketibaan di Hat Yai, saya memutuskan naik kereta lagi agar tiba pagi hari, karena jika naik bis, maka akan tiba malam hari. Kami berjalan menuju stasiun MRT dan berhenti di Hua Lamphong. Saya membeli tiket menuju Hat Yai kelas 2 fan dan seat bukan sleeper lagi karena uang sudah tipis dan untuk naik yang kelas 3, rasanya tubuh sudah benar-benar pegal. Harga tiket 455 baht dan berangkat pukul 1 siang.
Budi masih stay di Bangkok karena pesawat pulangnya berangkat tanggal 26. Pukul setengah 1, saya segera menuju kereta dan Budi menuju daerah Khaosan untuk mencari penginapan. Beruntungnya, penumpang kereta yang duduk di sebelah saya bisa berbahasa Inggris dan sangat ramah bahkan sangat baik. Dia membelikan makanan serta mencarikan makanan yang halal karena sebelumnya dia bertanya apakah saya muslim. Untung banget bagi yang sedang kekurangan uang seperti saat itu. Hahah.
- 24 Januari
Kereta tiba sekitar pukul setengah 10 pagi, tiba-tiba calo yang sama saat saya tiba di Hatyai hari pertama menghampiri dan menawarkan bis. Saya coba saja tanya harga bis ke KL dan ternyata harganya 850 baht. Parah banget harganya, padahal teman sebelumnya dapat tiket bis seharga 450 baht dengan kelas yang sudah bagus. Saya pun menolak dan dia tetap memaksa dan menawarkan harga 650. Tetap saja “power of abis duit” menolak, dan saat itu uang di dompet tinggal 500 baht dan 29 baht untuk masang paket internet 5 jam. Akhirnya saya mandi dulu di stasiun karena terasa sangat gerah dan dilanjutkan ke outlet DTAC untuk refill top-up serta minta dipasangkan paket internet.
Langsung buka google maps untuk cari terminal resmi, namun tidak juga mendapatkan info. Alhasil, ikut rekomendasi paling atas dengan tulisan bahasa Thailand dan menemukan sebuah ruko dengan bis didepannya. Sepertinya ini juga tour agency, tapi untungnya bisa dapat tiket dengan harga 450 baht. Bisnya bertingkat 2 dan sangat nyaman. Penumpang hanya beberapa orang saja, sehingga saya bebas menyandarkan kursi agar bisa nyaman untuk tidur sebelum tiba di KL.
Bis kemudian berhenti di Sadao untuk imigrasi keluar Thailand dan tak jauh bergerak kembali berhenti di Bukit Kayu Hitam di Kedah untuk imigrasi masuk Malaysia. Cuma bergeser beberapa meter, bis kembali berhenti di tempat makan dan untungnya ada money changer. Lumayan buat tambahan uang di jalan untuk makan. Tapi berhubung perut belum lapar, saya pun kembali ke bis dan tidur. Sekitar pukul 5 sore, bis kembali berhenti dan harus tukar bis karena ada kerusakan. Perjalanan jadi semakin lama dan tiba di Pudu Raya sekitar pukul 10 malam. Langsung mencari ATM karena uang sudah di transfer untuk menyambung hidup di KL satu malam ini.
Jarak pudu raya dan PODs The Backpacker Home hanya sekitar 2,5 kilometer tapi berhubung ingin cepat sampai saya coba tanya taksi, namun semuanya menawarkan 20 RM, parah mahalnya. Akhirnya saya memutuskan jalan kaki dahulu dan cari taksi di Jalan dan beruntungnya akhirnya ada yang menawarkan 5 RM. Berhubung saya tidak begitu hapal lokasi PODs, saya mengikuti GPS namun saat tiba di kawasan tersebut saya tidak menemukannya. Alhasil muter-muter dengan taksi. Ternyata oh ternyata, tulisan PODs berada di bagian atas dan setengah lampunya sudah mati, sehingga tidak terlihat, padahal lokasinya benar di tempat yang di tunjukkan GPS.
Segera naik ke atas, dapat 1 bed di dormitory karena single room juga full. Satu kamar ada 14 tempat tidur dan ngerinya di bawah ranjang saya orangnya agak mencurigakan dan beberapa kali menyapa dengan sorot mata yang mengerikan. Rasanya, ngeri untuk tidur nyenyak.
- 25 Januari
Selepas mandi, sekitar pukul setengah 1 saya membeli makan malam di depan PODs karena perut sudah berasa tak nyaman, seharian belum di isi makanan padat. Pagi hari sengaja menunggu semua orang di kamar bangun karena harus repacking barang. Karena sudah lapar, saya sarapan dulu dan jalan-jalan pagi. Mandi pagi kemudian saat kembali ke kamar, sudah hampir semuanya bangun. Repacking dilakukan dan pukul 11 saya check out menuju KL sentral dengan menarik koper yang terasa sangat berat. Jalanan yang cukup ekstrim untuk koper akhirnya justru merusak bagian bawah dan rodanya sehingga sangat berat untuk ditarik dan tidak bisa di dorong. Akhirnya sekuat tenaga tiba di juga di depan kounter Aero bis menuju LCCT dengan ongkos 10 RM one way. Tiba di LCCT, makan siang terlebih dahulu sebelum check in bagasi serta masuk ke ruang tunggu.
Pukul 05:00, pesawat depart ke Palembang dan kebetulan di samping saya adalah orang Malaysia yang juga berasal dari Johor. Sedikit berbincang tentang beberapa kota di Indonesia karena dia cukup sering bepergian ke beberapa kota di Indonesia serta sharing tentang beberapa kota di beberapa negara. Cukup panjang obrolan kami hingga akhirnya pesawat mendarat di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin dan akhirnya, tiba lagi di kampung halaman.
Take good memory and leave only your footprint....
Perjalanan kali ini memberikan banyak pengalaman baru serta teman-teman baru sepanjang perjalanan. Kebahagian, kebingungan, kesulitan, kelak menjadi sebuah memori yang akan menjadi pelajaran dikemudian hari. See ya later Chiang Mai, Chiang Rai :)
La ke Bangkok pulo dio ..aih
BalasHapusmumpung kemaren numpang kuliah di negara tetanggo. hemat ke Thai :))
Hapus