Blog ini dibuat untuk mendeskripsikan berbagai potensi yang ada di bumi ini. mulai dari panorama, seni budayanya, makanan khas, hingga adat istiadatnya.

Tujuan saya menulis blog ini, tak lain untuk membiasakan diri untuk sering menulis dan semoga tulisan ini bisa menjadi referensi bagi pembaca dan saya sendiri. Maka dari itu, saya berusaha merangkum kondisi tempat yang bagi saya menarik serta pengalaman saya mengunjungi suatu tempat.

Semoga berguna bagi kita semua. :)

Kamis, 06 Agustus 2015

City Tour Jakarta : Kebun Binatang Ragunan dan Taman Mini Indonesia Indah (30 Juli 2015)

Kunjungan ke Jakarta kali ini, sebenarnya dikarenakan ada sedikit urusan dalam waktu seminggu. Berangkat dari Palembang tanggl 25 Juli 2015 dan tiba di Jakarta tanggal 27 Juli. Dalam beberapa hari ini, aku tinggal di kossan teman, yang semuanya bekerja pada siang hari. Pada hari Kamis tepatnya tanggal 30 Juli, jadwal urusanku sedang kosong dan sehari sebelumnya, aku sudah pindah menginap di kossan teman di daerah Ragunan. Dengan begitu, dapat mempermudah akses untuk berwisata ke Ragunan pagi harinya.

Kebun Binatang Ragunan

Pukul 9.30, aku bergerak dari kantin kossan selepas sarapan, menuju kebun binatang Ragunan dengan berjalan kaki. Syukurlah jaraknya cukup dekat karena hanya sekitar 500 meter saja.  Kebun binatang ini didirikan pada tahun 1864 dan termasuk kebun binatang tertua di Indonesia. Tiket masuk perorangan adalah Rp. 4500 untuk dewasa dan Rp 3500 untuk anak-anak. Luasnya yang mencapai 140 hektar ini, tidak memungkinkan untuk aku kelilingi dalam waktu singkat, apalagi siang harinya sudah aku jadwalkan untuk ke TMII.

Pertama sekali, aku melihat kandang burung pelikan yang berada tak jauh dari pintu masuk utara. Kandang hewan yang berstatus terancam kepunahannya ini berupa kolam dengan air terjun mini yang sangat indah.
Pelikan
Tak jauh dari lokasi burung pelikan, terdapat beberapa unggas yang lain, namun perjalanan langsung aku lanjutkan untuk mencari Komodo serta Pusat Primata Schmutzer sebagai tujuan utamaku. Selama pencarian menuju kandang Komodo, aku melewati kandang Gajah Sumatera yang sedang asik bermain-main debu serta rerumputan di lahan kandangnya. Mamalia besar ini memiliki status kepunahan yang juga terancam, apalagi masa perkembangbiakannya yang tergolong lama. 
Gajah Sumatera
Puas melihat sobat besar yang sedang asik bermain ini, aku melewati kandang Kapibara. Hewan ini merupakan jenis hewan pengerat terbesar yang masih ada di dunia dengan berat mencapai 35 - 65 kg.
Kapibara
Bergeser dari kandang Kapibara, barulah aku menemukan salah satu satwa endemik Indonesia yakni Komodo. Ada 3 buah kandang komodo dengan 1 Komodo di setiap kandangnya. Memang ukurannya belum terlalu besar, namun sudah cukup memberi kepuasan karena sebelumnya, aku belum pernah melihat secara langsung satwa dilindungi yang satu ini.
Komodo
Hewan selanjutnya yang sempat aku jumpai adalah Burung Unta yang kandangnya berada tak jauh dari kandang Komodo.
Burung Unta

Pusat Primata Schmutzer

Karena tak punya banyak waktu, aku langsung berjalan mencari lokasi Pusat Primata Schmutzer. Pusat primata ini merupakan yang terluas di dunia dengan luas mencapai 13 hektar. Untuk masuk kawasan ini, pengunjung kembali dikenakan tiket masuk sebesar Rp. 6000 untuk hari Senin-Jumat dan 7.500 untuk sabtu, minggu serta hari libur nasional. Rasanya tidak menyesal ketika masuk ke kawasan ini. Penataan arsitektur kawasannya yang menarik, teduh, dan asri membuat aku merasa tak bosan lama berkeliling di sini.
Pusat Primata Schmutzer

Pembangunan Pusat Primata Schmutzer dirintis oleh seorang pecinta binatang, pelukis dan dermawan yakni Nyonya Pauline Antoinette Schmutzer-Versteegh pada tahun 1999. Kawasan ini kemudian diresmikan oleh Gubernur Jakarta pada tanggal 20 Agustus 2002.

Pertama, aku melewati waving gallery, yakni sebuah jembatan panjang dengan pagar kaca yang dibawahnya merupakan enklosur/kandang Gorilla. Walaupun berupa kandang, tapi desainnya dibuat serupa dengan habitat aslinya layaknya di dalam hutan. Beberapa gorilla tampak sedang bersantai saat aku lewat dan memperhatikan mereka.
Gorilla

Beberapa gorilla yang aku ingat namanya adalah Komu dan Kumbo. Turun dari jembatan terdapat beberapa kandang primata lainnya seperti berbagai jenis owa, siamang, simpai, bekantan, lutung dan berbagai primata lainnya.
Informasi Primata Lainnya
Selain kandang biasa, aku juga sempat melewati goa batu yang terasa cukup gelap, namun masih tetap bisa melihat primata dari sini. Ada pula kawasan berupa terowongan kaca yang disampingnya merupakan kandang-kandang primata. Terasa bagaikan melewati labirin kaca dengan berbagai primata di dalamnya. Sayang, aku lupa mengabadikan lokasinya dengan kamera, karena terlalu asik melihat kondisi di sekitar.
Goa Batu
Selain beberapa kandang primata, aku juga sempat mengunjungi Taman Patung. Tidak terlalu luas, namun terdapat berbagai patung-patung primata dengan beragam gaya. Jika haus, ada pula kran air siap minum higienis untuk pengunjung.
Taman Patung
Keluar dari taman patung, aku melihat sebuah bangunan bertuliskan "Pusat Pendidikan Primata". Ternyata, tempat ini berupa museum yang menghadirkan berbagai diorama dan informasi seputar primata. Terdapat pula perpustakaan serta ruang theater berkapasitas 85 penonton yang biasa memutar film satwa setiap Sabtu dan Minggu pukul 11:00 dan 14:00, secara gratis! Sayang, aku datang pada hari kamis, sehingga kondisi teater bahkan gedung Pusat Pendidikan Primata ini Kosong. Karena suasana tidak sedang libur, selama perjalanan di Ragunan khususnya Pusat Primata Schmutzer ini, terlihat sangat sepi, namun menariknya, aku jadi lebih leluasa untuk berkeliling.
Atas : Kanan - Museum; Kiri - Theater
Bawah : Kanan - Jawal Pemutaran Film; Kiri : Perpustakaan

Di Pusat Primata Schmutzer ini, ada jadwal pemberian makan primata yakni jam 09:00, 12:00 dan 15:00, sayangnya kunjunganku saat itu, tidak pada jadwal pemberian makannya.

Setelah puas, segera aku keluar dari Pusat Primata Schmutzer dan berencana langsung bergerak ke TMII. Masih ada satwa lain yang belum sempat aku lihat, seperti kawasan Harimau, Singa, dan lain-lain.

=== Informasi Transportasi Ragunan ke TMII===

  • Angkot : Naik angkot S15A, anda bisa langsung tiba di TMII pintu 2. Tapi perjalanan memakan waktu cukup lama hampir 1 jam karena rutenya memutar. Belum lagi harus melawan macetnya ibukota.
  • Busway/Transjakarta : Naik busway dari terminal ragunan (Pintu utara ragunan), turun dan transit di halte Kuningan Timur. Jalan menuju halte Kuningan Barat naik bis jurusan Pinang Ranti dan berhenti di halte Garuda Taman Mini.
Karena diburu oleh waktu dan kedua angkutan tersebut kemungkinan memakan waktu perjalanan yang lama, aku memanfaatkan masa promosi Go-Jek dengan ongkos Rp 10000 saja. Syukurlah saat itu masa promosi di perpanjang.

Taman Mini Indonesia Indah (TMII)

Pintu 1 TMII
Setiba di Pintu 1 TMII, aku membayar tiket masuk sebesar Rp. 10000 dan langsung menuju pusat Informasi tak jauh dari terminal Sky Lift. Di informasi, aku mengambil brosur yang berisi peta serta daftar harga wahana di TMII. Untuk daftar harga ternyata belum dilakukan update, sehingga disarankan untuk ditanya langsung di lokasi wahana tersebut.
Daftar Harga
Sebelumnya, aku sempat ditawari untuk sewa motor dengan tarif Rp. 60000 per jam, karena luas TMII yang mencapai 150 hektar , sulit jika harus dikelilingi dengan berjalan kaki. Tapi, saya memilih opsi lain yakni sewa sepeda dengan tarif Rp. 20000 per jam untuk sepeda gunung. Sepeda lainnya adalah sepeda tandem 2 orang dengan tarif Rp 30000 per jam atau sepeda listrik Rp 25000 untuk setengah jam.

Anjungan rumah adat, tampaknya menarik saat pertama tiba di sini. Beberapa lokasi anjungan yang sempat aku datangi adalah anjungan Sumatera Barat dan Anjungan Kalimantan Timur. Semua anjungan bisa dimasuki secara gratis. 
Kiri : Anjungan Sumatera Barat
Kanan : Anjungan Kalimantan Timur

Karena terasa kurang interaktif, sepeda kembali di kayuh menuju museum yang letaknya berada di ujung timur. Beberapa museum yang sempat dikunjungi dintaranya adalah :
  • Museum Migas "Graha Widya Patra"
Museum Migas dibangun sebagai peringatan 100 tahun industri minyak dan gas bumi yang pembangunan fisiknya dimulai tahun 1987. Tiket masuk museum ini adalah Rp. 2000 per orang, dan untuk masuk taman outdoornya Rp 500 per orang. Terdapat 3 gedung dimana gedung utama (anjungan eksplorasi) berbentuk anjungan lepas pantai di atas danau buatan, yang menjadi ciri pencarian minyak bumi. Di sebelah kanan dan kirinya terdapat 2 bangunan berbentuk silinder menyerupai tanki minyak yang disebut anjungan pengolahan.

Museum Migas
Di dalam museum ini terdapat berbagai peragaan pengolahan minyak bumi serta benda -benda yang berkaitan dengan migas. Terdapat pula teater mini untuk pemutaran film-film yang berkaitan. Sayang, museum sebagus ini tampak tak terurus dengan banyaknya alat peraga yang tidak berfungsi sehingga kurang interaktif. Ditambah pula dengan teater mininya yang filmnya tidak dapat dinyalakan. Penerangan dalam museum juga tampak kurang berfungsi dan lebih mirip seperti gedung yang lama ditinggal pemiliknya.
  • Museum Listrik dan Energi Baru

Museum Listrik dan Energi Baru
Persis di sebelah Museum Migas, terdapat Museum Listrik dan Energi Baru (MLEB). Berhubung dari luar terlihat lebih terawat, sepeda pun diparkirkan dan masuk ke dalam museum. Ternyata, harga tiket masuknya Rp 10000 per orang, sedangkan di brosur masih Rp 5000 per orang. Tapi, karena sudah tanggung, museum ini pun akhirnya dimasuki. Di awal perjalanan, tampaknya masih terawat, namun tetap saja sepi seperti museum sebelumnya. Sayang, beberapa alat peraganya kurang interaktif karena hanya mengeluarkan informasi melalui audio dan gerakan-gerakan yang kurang begitu penting. Sayangnya lagi, suara tersebut tidak bisa di stop dan membuat museum terasa berisik karena harus menyudahi penjelasan audionya.
  • Taman Budaya Tionghoa
Taman Budaya Tionghoa
Selesai dari Museum Listrik dan Energi Baru dan melintasi Taman Budaya Tionghoa, tampaknya cukup menarik untuk melihat sejenak. Sayangnya, tidak lama berada di sini, karena baru saja tiba di pelatarannya, ternyata sudah lebih dari 1 jam, bahkan menjelang 2 jam. Khawatir sewa sepeda membengkak sedangkan tujuan yang utama dari perjalanan museum ini adalah Museum Transportasi, langsung kembali mengayuh sepeda menuju Museum Transportasi.
  • Museum Transportasi
Setiba di Museum ini, seketika terasa agak kecewa karena waktu yang sempit sedangkan museum cukup besar. Alhasil hanya melihat dan berfoto di bagian depan dekat pesawat garuda dan helikopter SAR. Tiket masuk museum ini adalah Rp 2000 dan seharusnya bisa masuk ke dalam pesawat garuda dengan tiket Rp 3000. Sayangnya, saat itu pesawat sedang di tutup.

Selesai melihat beberapa museum, segera sepeda dikembalikan. Untungnya hanya kena biaya tambahan Rp 10000 per sepeda. Selanjutnya, mencari makan untuk mengisi perut yang sudah berontak sedari perjalanan tadi. Ada rasa khawatir jika harga makanan melambung karena berada di tempat wisata, ternyata harga makanan di sini relatif normal. Ada sebuah rumah makan di dekat pusat informasi yang menyediakan menu ayam bakar dengan harga 20rb an. Tidak jauh beda dengan makanan di luar sana.

Sore hari sekitar pukul 15:30, rencananya akan naik skylift untuk melihat danau yang katanya menyerupai pulau-pulau di Indonesia jika di lihat dari atas. Sayangnya saat didatangi, loket stasiunnya sudah tutup dan dengan terpaksa rencana tersebut di urungkan. Padahal, tertulis di brosur, wahana TMII ditutup pukul 17:00.

Akhirnya sore menjelang magrib hanya diisi dengan menghabiskan waktu bersantai di dekat Tugu Api Pancasila. Selepas maghrib, barulah bergerak pulang dari TMII.
Tugu Api Pancasila

1 komentar: