Setelah puas menikmati indahnya Danau Gunung Tujuh yang berada di Kabupaten Kerinci, pendakian pun dilanjutkan menuju Gunung Kerinci dengan ketinggian 3805 mdpl. Gunung yang sempat aku ragukan untuk didaki ini merupakan salah satu seven summit of Indonesia, dan merupakan gunung berapi tertinggi di Indonesia.
Tulisan ini adalah lanjutan dari catatan perjalanan sebelumnya yakni dari Danau Gunung Tujuh Danau Gunung Tujuh - Gunung Kerinci - Kota Jambi (31 Mei – 8 Juni 2015) : Danau Gunung Tujuh (Part I).
3 Juni 2015
Rencananya, sepagi mungkin kami akan memulai
pendakian ke Gunung Kerinci. Mungkin sekitar jam 6 kami sudah harus bergerak dari
basecamp. Tapi apa daya, jam 6 lewat pun kami masih tidur-tiduran. Akhirnya segera kulawan rasa malasku dan segera melipat sleeping bag untuk mandi di pagi yang
dingin ini. Selepas mandi, aku ke teras basecamp untuk stretching dan
menyegarkan badan. Kak Beben ternyata juga sudah beranjak dari sleeping bagnya,
kupikir sedang di WC, ternyata ia sedang membeli roti untuk logistik kami di
Kerinci.
Sekitar pukul 8, ada 4 orang pendaki yang baru datang
menuju basecamp yang akan langsung mendaki pagi ini. Akhirnya kami putuskan
untuk berangkat bersama dengan keempat pendaki tersebut. Setelah packing,
sarapan dan bersiap, sekitar pukul 11 kami berangkat dengan mobil pick up
menuju R-10 untuk registrasi dan dilanjutkan ke batas akhir mobil bisa masuk
sebelum menuju pintu rimba. Ongkos angkut pick up ini adalah Rp 90000 untuk 6 orang, atau sekitar Rp 15.000 per orangnya. Selain dengan mobil, bisa juga ditempuh dengan berjalan kaki, tetapi jaraknya cukup jauh, dan untuk menghemat tenaga, kami memilih untuk naik pick up. Pukul 11:45 siang pendakian baru dimulai, dan
target kali ini adalah camp di Shelter 2.
Tidak begitu jauh berjalan melewati kebun penduduk yang cenderung landai,
kami pun tiba di Pintu Rimba
Batas Akhir Kendaraan |
Pintu Rimba –
Pos 1 (1889 mdpl)
Trek yang dilalui cenderung landai dengan waktu
normal pendakian 30 menit dengan jarak 2 Km. Awalnya, kami masih berjalan
beriringan ber-6 dengan kondisi jalur yang berlumpur akibat hujan semalam.
Berhubung sepatu yang saya gunakan belum memiliki fitur waterproof serta bertipe
low-cut, sedikit lagi hampir tercelup sepenuhnya kedalam lumpur, untunglah hal
itu tidak terjadi, hanya sepatu saja menjadi lebih lembab. Karena kecepatan
saya yang memang tidak begitu baik, kami mempersilahkan keempat pendaki lainnya
untuk jalan lebih dulu. Setengah jam berlalu, kami tiba di Pos 1 (Bangku
Panjang) sekitar pukul 12:20. Keempat pendaki tadi sudah lebih dulu tiba dan
masih sempat kami bertemu di pos ini sebelum mereka lanjut berjalan. Di sini
terdapat sebuah pondok dan bangku dari semen dan terlihat cukup bersih dari
sampah. Tak begitu lama beristirahat kami melanjutkan perjalanan.
Pos 1 - Bangku Panjang |
Pos 1 – Pos 2
(2020 mdpl)
Trek masih tergolong landai dengan waktu tempuh 30
menit dan jarak 2 Km, sehingga kecepatan masih cukup stabil. Sekitar pukul 1 siang
kami tiba di Pos 2 (Batu Lumut). Di pos ini menurut info pondoknya sudah rubuh,
sehingga tidak ada bangunan apapun dan sukurlah kondisinya juga terlihat bersih dari
sampah. Tak lama kami kembali melanjutkan perjalanan ke Pos 3.
Pos 2 – Pos 3
(2225 mdpl)
Kondisi jalur mulai menanjak tapi masih cukup bersahabat bagiku, sehingga perjalanan menuju pos 3 (pondok panorama) memakan waktu
sekitar 1 jam. Kami tiba di pos 3 ini sekitar jam 2 siang. Terdapat
sebuah pondok yang masih berdiri di pos ini. Hanya sebentar kami beristirahat di sini, karena kami memutuskan untuk makan siang di Shelter 1. Berdasarkan informasi yang
didapat, kurang direkomendasikan untuk mendirikan tenda di Pos 1, 2 dan 3
karena masih menjadi jalur perlintasan Harimau Sumatera.
Pos 3 - Pondok Panorama |
Pos 3 –
Shelter 1 (2504 mdpl)
Perjalanan menuju shelter 1 seharusnya memakan waktu sekitar 2
jam, namun kami agak sedikit terlambat, dikarenakan lagi jalurnya yang semakin
menanjak, membuat nafas semakin berat. Sekitar pukul 16:15 kamipun tiba di Shelter 1, dan bertemu dengan beberapa
pendaki yang akan turun, serta keempat pendaki yang berangkat bersama kami dari
basecamp. Kami langsung mendapat suguhan teh hangat, sembari menyantap nasi
goreng yang kami bungkus dari basecamp. Sekitar pukul 16:45 kami bergerak
melanjutkan perjalanan ke Shelter 2.
Shelter 1 |
Shelter 1 –
Shelter 2 (3100 mdpl)
Dari shelter 1 menuju shelter 2, tanjakkan mulai
ganas sehingga membuat waktu istirahat semakin sering walau hanya sebentar, ditambah pula dengan jalur
yang sangat panjang dengan lama perjalanan normal 3 jam. Sesekali tampak pemdangan luas menghijau yang membuat mata kembali
segar dan menjelang Maghrib, kami istirahat sejenak di tempat yang viewnya agak
terbuka namun masih bisa menghindari terpaan angin. Senja yang cukup indah
walaupun kamera yang kami punya belum mumpuni untuk menangkap keindahan
sesungguhnya.
Senja di Jalur Pendakian |
Tak hanya waktu senja, malam harinya kami sempat menyaksikan
keindahan malam dengan bulan bulat ditemani taburan bintang yang sangat terang.
Langit di atas tampak bersih, sedangkan awan putih berada di bawah kami
ditambah dengan lampu-lampu kota yang juga terlihat bagai bintang. Aku sempat
terharu dan mataku sempat hangat melihatnya, namun kondisi malam dan angin yang
mulai dingin mengharuskan kami segera bergerak untuk menuju lokasi camp.
Pukul 8 malam, kami pun tiba di Shelter 2. Plang
penanda shelter sudah tidak ada, dan tak hanya plang, tetapi juga tidak ada
siapa-siapa di sini, padahal rencananya kami dan keempat pendaki tadi akan camp
di sini. Shelter 2 memang ideal untuk camp karena masih terlindung oleh
pepohonan. Setelah berdiskusi dan bertanya kondisi jalur yang katanya
mirip-mirip jalur cadas Gn. Dempo dengan lama perjalanan sekitar 1,5 jam, aku
pun setuju untuk lanjut ke Shelter 3.
Shelter 2 –
Shelter 3 (3351 mdpl)
Baru beberapa menit berjalan, trek terasa sangat
berat. Kadang harus melewati jalur seperti terowongan berdinding tanah, yang
saat di sentuh terasa sangat dingin. Jika terowongan terasa sempit, kami harus
memanjat melipir di sisi atas terowongan sambil berpegang pada ranting-ranting
perdu. Tak lama, kondisi fisikku mulai drop. Sebenarnya untuk kaki aku masih
kuat, tetapi dingin yang terasa sangat menusuk di kepala tidak bisa aku tahan.
Efeknya… aku seperti sudah tidak bertenaga. Sedari shelter 2 tadi, tidak ada
lahan datar manapun untuk kami mendirikan tenda, alhasil dengan terpaksa kami
camp di jalur pendakian yang sangat ngepas dengan tenda dan berharap tidak ada
yang lewat karena tenda kami cukup menutupi jalur. Tidur kali ini sangat tidak nyenyak,
walaupun kakiku sudah dilapisi thermal blanket di dalam sleeping bag, kaki
terasa sangat dingin ke tulang, sedangkan bagian tubuh yang lain, biasa-biasa
saja. Pikiran negatif mulai menyerang, rasanya kakiku sudah tidak bisa
digerakkan. Imajinasiku mulai buruk, bagaimana jika esok pagi ternyata aku sudah tidak bisa berjalan lagi? aku sangat berisik malam itu dengan berbagai kekhawatiran dan ketidaknyamananku. Mungkin karena sudah sangat kelelahan, akhirnya aku bisa terlelap dengan sendirinya.
4 Juni 2015
Pukul 7 pagi kami baru terbangun dengan kondisi
fisikku yang jauh lebih baik. Kakiku ternyata normal-normal saja. Mungkin
semalam ada efek halusinasi karena dingin di kepala yang sangat terasa menusuk.
Setelah sarapan dan packing, jam 8 kami bergerak menuju shelter 3. Baru sekitar
beberapa menit berjalan, kami melihat tenda teman-teman pendaki yang kemarin
bersama kami. Tendanya terlihat kosong, kemungkinan mereka summit pagi tadi.
Tak jauh dari Shelter 3, kami bertemu dengan mereka yang baru turun, ternyata
mereka tidak tahu jika shelter 2 telah terlewat, dan mereka juga kelelahan untuk
langsung menuju shelter 3.
Sekitar pukul 9 pagi, kami tiba di Shelter 3. Ada
satu rombongan pendaki dengan jumlah yang cukup banyak. Awalnya kami disarankan
untuk summit, tetapi karena khawatir kabut yang akan datang, kami mengurungkan
niat dan summit esok hari saja bersama pendaki lainnya yang akan datang nanti.
Kami pun disuguhi makanan dan teh hangat. Karena mereka akan turun, lauk yang
belum habis masih sangat banyak, serta belum ada pendaki lain yang baru tiba di shelter 3. Warisan lauk berupa sop dengan bakso dan sosis, sayur
tumis, nugget, kerupuk yang sudah jadi, sayur-sayuran mentah, ransum, dan lain
sebagainya dengan jumlah banyak, berpindah ke tenda kami.
Karena tidak ada aktivitas yang bisa kami lakukan
pagi dan siang ini, sembari pendaki yang lainnya packing, kami bergerak mengumpulkan sampah yang sangat menumpuk di shelter 3 ini. Kak Beben membakar
sampah yang bisa dibakar dan aku mengumpulkannya. Tak lama ada juga porter
dan guide yang ikut membantu kami membersihkan shelter 3 ini. Walaupun tidak
benar-benar bersih dari sampah, setidaknya bisa mengurangi dan sampahnya tidak
berceceran di berbagai tempat.
Siang hari saat kabut mulai datang, kami cukupkan
dulu acara bersih-bersihnya dan bersantai sambil menikmati minuman hangat. Tak
lama datanglah pendaki lainnya. Tak begitu lama aku di luar, tiba-tiba rasa
kantuk mulai menyerang. Aku masuk ke tenda dan tertidur sesaat.
Bunga di Shelter 3 |
Sore aku terbangun, suara mulai ramai dan sepertinya
mereka menggunakan bahasa Melayu, angin juga mulai bertiup kencang dan
membuat suhu terasa lebih dingin. Ku ambil jaketku untuk menghangatkan diri.
Semakin sore dan menjelang malam, angin semakin kuat bahkan ada rasa khawatir
melihat frame tenda yang mulai bergeser dari posisinya. Kak Beben pun keluar
untuk mengikat sana dan sini agar kuat dari terpaan badai. Shelter 3 memang
lahan yang terbuka, rentan terkena angin kencang. Untungnya hujan tidak turun
dan sekitar pukul 8 malam, angin sudah mulai berkurang walaupun masih terasa cukup
kencang. Sedikit membuka pintu tenda dan ternyata suasana malam cukup cerah.
Bulan terlihat jelas dan sangat terang, begitupun bintang walaupun di kejauhan
tampak kilat silih berganti. Usai menyaksikan suasana langit malam itu, kami
segera terlelap untuk persiapan summit dini hari nanti.
5 Juni 2015
Shelter 3 –
Puncak Kerinci (3805 mdpl) – Shelter 3
Sekitar pukul 3 dini hari, aku bangun dan mendengar
bahwa cuaca sedang berkabut tebal. Demi keamanan, kami memutuskan untuk ikut
rombongan Malaysia yang saat itu membawa guide. Mendengar percakapan mereka,
waktu summit diundur sampai jam 5 karena melihat kondisi cuaca yang sedang
tidak bersahabat. Kami sempatkan untuk sarapan mengisi perut, packing
barang-barang yang diperlukan untuk dibawa ke puncak dan bersiap mengikuti
rombongan.
Setelah semua siap diluar tenda, ternyata briefing
dan persiapan mereka cukup lama, hingga kami baru bergerak sekitar pukul setengah
6 pagi. Hari masih gelap, sambil berjalan beriringan melintasi trek berbatu
yang di beberapa titik mudah merosot. Akhirnya hari mulai cerah dan kabut
berkurang dan hanya sesekali datang melintas. Namun, angin bertiup cukup kencang
sehingga harus berhati-hati, belum lagi debu yang di bawa angin seringkali
membuat mataku terasa perih serta gas belerang yang mulai keluar saat hari
sudah terang.
Fajar |
Agak sedikit lucu saat yang lain menggunakan trekking pole dengan
berbagai warna, sedangkan aku sedari kemarin dan kemarin lusa masih setia
dengan tongkat kayu yang jadi trekking pole alakadarnya. Tapi setidaknya,
tongkat tersebut sangat berjasa agar pergerakkanku menjadi lebih baik. Tiba di
Tugu Yuda ada rasa ingin cukup sampai di sini, tapi puncak yang terasa sudah dekat
membuatku membuang pesimistis tersebut karena sebenarnya aku masih sanggup.
Tugu Yuda |
Pukul 8 pagi ini, akhirnya aku tiba di puncak Kerinci
dengan ketinggian sekitar 3805 mdpl, puncak tertinggi Sumatera dan gunung
berapi tertinggi di Indonesia. Entah bagaimana rasanya saat aku tiba di puncak
ini walaupun tidak diwujudkan dalam bentuk selebrasi apapun, hanya
mengabadikannya lewat beberapa gambar dan menikmati bentang alam nusantara yang
begitu indah. Berhubung ada pendaki yang membawa toga, aku pinjam topi toga tersebut
untuk berfoto, karena minggu depan acara wisudaku akan dilaksanakan.
Kerinci 3805 mdpl |
Tak terasa, lebih dari satu jam kami di puncak,
padahal rencana awal hanya sebentar, berfoto sekedarnya kemudian turun untuk
mengejar waktu pulang agar tidak kemalaman di jalur. Barulah sekitar jam 9 kami
bergerak turun kembali ke Shelter 3 dengan kecepatan yang bisa dikatakan
lambat. Aku agak menjaga langkahku karena khawatir penyakit di lutut ini kumat
sebelum tiba di pintu rimba nanti.
Sekitar pukul 11 kami baru sampai kembali ke tenda.
Hanya sebentar kami beristirahat dan makan roti yang kami bawa dari bawah,
kemudian segera packing untuk mempercepat dan menghemat waktu. Pukul setengah 1
siang kami mulai bergerak turun sebelum rombongan Malaysia bergerak. Hal ini
agar kami bisa berjalan lebih dulu dan tidak kena macet karena rombongannya
berjumlah cukup banyak.
Shelter 3 –
Shelter 2 – Shelter 1
Aku masih tetap menjaga langkah kakiku agar kejadian
di Gunung Dempo 7 bulan yang lalu tidak terulang. Kekhawatiran ku adalah jika kakiku
mulai sakit lagi, kami mungkin akan kemalaman di jalur setelah melewati shelter 1 dan kabarnya kawasan tersebut adalah area perlintasan harimau sumatera.
Belum lagi kami hanya bedua. Walau dengan tempo langkah yang agak pelan, tetapi terus
berjalan dan hanya sesekali beristirahat. Bahkan kami tidak beristirahat sama
sekali di shelter 2. Langkah mulai lemah mendekati shelter 1, ditambah perut
yang lapar serta kepala yang pusing akibat terbentur cukup keras di dahan
pohon. Sebelumnya, aku sempat mencoba mempercepat langkah agar bisa menghemat waktu, tetapi karena kurang waspada, aku terbentur dahan pohon yang melintang di jalur dengan cukup keras. Setiba di shelter 1, kami segera beristirahat untuk memasak mie instan
dan membuat segelas besar milo hangat. Di sini kami juga menjumpai pendaki asal
Palembang yang ternyata juga mahasiswa Unsri.
Shelter 1 –
Pos 3 – Pos 2 – Pos 1 – Pintu Rimba – Basecamp
Baru akan beranjak dari shelter 1, aku pun
menceritakan kondisi kaki saat ini, aku khawatir penyakitnya akan kumat karena
sudah mulai terasa. Tapi Kak Beben optimis bahwa aku masih bisa dan akhirnya
perjalanan dilanjutkan. Tak jauh dari Shelter 1, Kak Beben membawa keril yang
ku bawa, sehingga dia membawa dua keril sekaligus. Sebenarnya aku masih sanggup
untuk membawanya, tetapi sesuai pendapat Kak Beben, langkahku mungkin bisa
dipercepat dengan tidak membawa beban.
Ternyata hal tersebut cukup berdampak baik.
Kecepatanku mulai meningkat dan sesekali bisa setengah berlari. Untungnya jalur
tidak begitu curam lagi. Di pos 3, kami hanya berhenti sejenak sembari menyapa
beberapa pendaki yang cukup ramai di sini, kemudian lanjut berjalan. Tidak
lama, kami tiba di pos 2 dan langsung lanjut ke pos 1 tanpa berhenti. Di pos
1 kami juga langsung melanjutkan perjalanan ke Pintu Rimba, dan Alhamdulillah
tepat pukul 5 kami berhasil keluar dari pintu rimba kemudian melanjutkan perjalanan menuju tempat terakhir kami di antar oleh mobil pick up saat akan naik kemarin.
Agak kaget juga ternyata perjalanan turun kami hanya
memakan waktu 4,5 jam. Ternyata, di sini sudah ramai mobil-mobil yang akan
menjemput rombongan Malaysia. Sembari menunggu setelah kami memberi
kabar ke Bang Levi untuk di jemput, kami berbincang dengan sopir-sopir travel dan salah seorang
dari rombongan Malaysia yang tidak ikut naik. Sekitar setengah jam, mobil yang
menjemput kami pun tiba dan langsung menuju basecamp.
Baru sebentar tiba di basecamp, lepas magrib kami
langsung berjalan menuju warung bakso yang berada di depan Tugu Macan. Dengan
lahapnya bakso kami habiskan. Kemudian, kami berjalan-jalan sejenak menikmati
suasana malam kemudian baru kembali lagi ke basecamp untuk mandi dan
beristirahat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar