Gunung Kerinci adalah salah satu wishlistku di masa
yang akan datang, walaupun belum pernah aku cari informasinya karena kupikir
dalam waktu dekat belum ada rencana untuk kesana. Namun, karena beberapa kali
perencanaan liburan keluar Sumatera yang terpaksa batal, tercetuslah rencana ke
Gunung Kerinci dan fix pada tanggal 26 Mei atau H-4 keberangkatan. Ada sedikit
kekhawatiran soal fisik khususnya, karena sudah lama tidak berolahraga dan
terakhir kali naik gunung sekitar 7 bulan yang lalu. Belum lagi karena hanya
berangkat bedua, beban bawaan lebih berat dari biasanya. Namun, dalam waktu
singkat kusempatkan untuk jogging serta membaca referensi tentang jalur
pendakian Kerinci sebagai persiapan untuk meminimalisir resiko fisik yang tidak
siap.
Pagi pukul 7 aku berangkat menuju loket bus IMI yang
rencananya akan mengambil jam keberangkatan pukul 8 pagi. Harga tiket AC Rp. 90.000
dan non AC Rp. 80.000, karena beda tipis, kami mengambil bis AC. Bis sempat berhenti istirahat di RM. Musi
Indah. Karena belum lapar, kami hanya membeli 2 bungkus roti seharga Rp. 16.000!
Mahal, tapi karena tidak ada penjual lainnya di dekat sini, apa boleh buat.
Sepanjang perjalanan, alunan musik pop, dangdut, lagu
lawas, remix hingga campur sari dengan volume besar, terus berdendang selama
9,5 jam non stop! Seharusnya sekitar 7 atau 8 jam kami sudah tiba di Jambi, tetapi
terjadi kemacetan karena banyak perbaikan jalan, khususnya di daerah Bayung
Lencir.
Pukul 17:30 kami tiba di loket bus IMI di kawasan
Simpang Rimbo. Rencananya, kami akan melanjutkan perjalanan ke Sungai Penuh,
ibukota Kab. Kerinci pada pukul 7 malam menggunakan travel Safa Marwa dengan
mobil jenis engkel yang tiketnya seharga Rp 140.000 per orang. Travel langsung
menjemput kami di loket, sehingga kami bisa makan dan beristirahat dulu sembari
menunggu travel menjemput.
Terjadi miskomunikasi dengan pihak travel, biasanya
bus IMI dari Palembang berhenti di loket daerah Simpang Kawat, tetapi kami
berada di loket Simpang Rimbo yang umumnya tempat berhenti bis IMI dari Lampung,
alhasil penantian pun menjadi lebih lama karena travel malah menjemput ke
Simpang Kawat.
1 Juni 2015
Perjalanan menuju sungai penuh benar-benar menyiksa
bagiku. Aku kurang bisa menahan mabuk jika naik mobil (kecuali bis), apabila
melewati jalanan yang berkelok. Beberapa kali aku muntah, hingga tak ada lagi
isi perut yang bisa dikeluarkan. Sekitar pukul 05:30, kami tiba di Sungai Penuh
dan lanjut naik angkot ke Desa Kersik Tuo, Kayu Aro, tepatnya ke basecamp
pendakian Jejak Kerinci. Lama perjalanan sekitar 1,5 jam, dengan angkot berkecepatan
tinggi, dan sekitar pukul 06:30 kami pun tiba di basecamp. Ongkos angkot dari
Sungai Penuh ke basecamp yakni Rp. 15000 per orang.
Travel Safa Marwa |
Tak lama, basecamp pun kosong karena semua pendaki
sudah pergi ke tujuannya masing-masing, dan rekanku, Kak Beben sedang menemui
temannya di Homestay. Aku manfaatkan untuk tidur sejenak, walau mungkin hanya
setengah jam aku tertidur. Pukul 11:00, aku bosan karena hanya sendiri,
sehingga kuputuskan untuk berjalan-jalan ke Tugu Macan. Tak lama setelah aku kembali lagi ke Basecamp, Kak Beben pulang dan kami segera bersiap menuju Danau Gunung
Tujuh. Setelah bertanya kepada Bang Levi, salah satu penghuni Basecamp Jejak
Kerinci, untuk menuju Resort Gunung Tujuh, kami bisa naik angkot menuju simpang
Gunung Tujuh dengan ongkos Rp. 5.000 per orang, kemudian dilanjutkan dengan
ojek menuju resort dengan ongkos Rp 6.000 per orang.
Cukup lama kami menanti angkot yang lewat sambil di
temani oleh Bang Levi. Sekitar setengah jam menunggu atau sekitar jam 12 siang,
akhirnya ada angkot yang bisa kami naiki dan tak begitu lama, kami tiba di
simpang Gunung Tujuh untuk mencari ojek. Menurut informasi, ojek sangat mudah
ditemukan disini, tapi nyatanya setengah jam lebih kami menunggu ojek yang tak
juga menghampiri. Rupanya sedang ada pasar kalangan di sekitar sini, sehingga
ojek lebih banyak di pasar dan pangkalannya kosong. Fakta lainnya, ojek disini
ternyata lebih gengsian dari ojek di Palembang. Mental yang masih bawaan dari
Palembang, nunggu ditawari baru naik terpaksa kami buang. Tapi masih juga kebingungan
dengan ciri tukang ojeknya. Setelah observasi dan beberapa kali didului ibu-ibu
yang baru muncul kemudian langsung dapat ojek, kami pun mengenali cirinya,
yakni helm dengan 2 warna biru campur orange.
Ojek yang dinanti pun lewat, langsung kami panggil
dan aksi cabe-cabe an pun di mulai. Kami
harus bonceng tiga karena hanya ada satu ojek. Jika naik ojek, sebaiknya
tanyakan nomer HP tukang ojeknya agar bisa minta dijemput saat akan pulang. Hal
ini karena tidak ada angkutan yang menuju ke simpang Gunung Tujuh selain ojek.
Resort Gunung Tujuh terletak di Desa Palompek,
Kecamatan Kayu Aro, dan kawasan ini termasuk dalam area Taman Nasional Kerinci
Seblat (TNKS). Setiba di resort, kami sempatkan solat dzuhur sejenak, dan langsung
melakukan pendakian. Penjaga pos kebetulan sedang keluar karena tiket masuk
Gunung Tujuh sedang habis, sehingga kami dipesankan untuk melapor saat turun
keesokan harinya saja. Biaya masuk kawasan gunung tujuh adalah Rp. 7.500 per orang.
Gerbang Masuk Pendakian Gunung Tujuh |
Akhirnya sekitar pukul 16:40 kami tiba di puncak
dengan ketinggian sekitar 2735 mdpl. Tidak banyak yang bisa dilihat disini karena tertutup oleh pepohonan,
lahannya juga tidak terlalu luas. Tidak lama, kami segera turun menuju danau.
Belum tiba di tepi danau, aku sudah bisa melihat hamparan air danau yang luas
dan jernih dikelilingi oleh pegunungan, benar-benar pemandangan yang luar biasa
dan membuat semangat muncul untuk segera tiba di tepinya. Sesuai namanya, ternyata danau ini memang
dikelilingi oleh tujuh gunung, yakni Gunung Hulu Tebo (2.525 meter), Gunung
Hulu Sangir (2.330 m), Gunung Madura Besi (2.418 m), Gunung Lumut yang
ditumbuhi berbagai jenis lumut (2.350 m), Gunung Selasih (2.230 m), Gunung Jar
Panggang (2.469 m), dan Gunung Tujuh itu sendiri (2.735 m). Danau Gunung Tujuh berada di ketinggian sekitar 1950 mdpl dengan luas kurang lebih 12.000
meter persegi.
Danau Gunung Tujuh |
2 Juni 2015
Aku terbangun dan melihat suasana cukup terang.
Segera kulirik jam tangan yang dilepas, menunjukkan pukul 6 lewat sedikit.
Pikirku saat itu pantas saja sudah terang, matahari sudah muncul. Segera aku
bangunkan Kak Beben dan baru saja Kak Beben membuka tenda, bulan yang hampir
bulat masih bersinar dengan terangnya. Kembali kami mengecek jam tangan yang
ternyata masih jam 12 malam! Rupanya aku melihatnya dalam posisi terbalik, dan
karena kondisi yang agak gelap, aku tidak memperhatikan angka yang ditunjuk
oleh jarum jam. Cukup kaget karena cuaca memang sangat terang seperti menjelang
fajar, lalu kami lanjutkan untuk tidur lagi dan bangun di pagi hari yang
benar-benar pagi.
Pukul 6 pagi aku terbangun dan kembali membangunkan
Kak Beben, tetapi dia memilih tetap terlelap sejenak. Aku yang tidak sabar
ingin melihat indahnya pagi di danau ini segera keluar dari tenda dan WAW!
Matahari pagi yang mulai mengintip dari gunung di depan tenda, benar-benar
mempesona ditambah pula dengan uap seperti asap yang muncul dari dinginnya air
danau pagi ini. Sangat indah walaupun terasa masih sangat dingin. Sambil
melihat pagi, aku berniat untuk membuat minuman hangat, namun tak lama Kak
Beben terbangun dan rencana berubah menjadi ajang foto-foto dengan view
matahari yang sudah muncul seluruhnya.
Selesai berfoto, aku mulai memasak sarapan pagi ini.
Memasak air, nasi dan menghangatkan sayur asem yang kami masak semalam. Tak
lama, seorang bapak-bapak dengan sebuah perahu datang mendekat, dia adalah Pak Nelayan
yang tinggal di seberang danau ini. Ketika di basecamp, Bang Levi juga sempat bercerita
tentang si Bapak, sehingga kami tidak begitu terkejut bahwa ada orang yang
tinggal di sini. Kubuatkan 2 gelas kopi untuk Kak Beben dan Pak Nelayan serta
segelas susu coklat hangat untukku sembari menunggu nasi matang.
Ternyata perahu yang dibawa oleh Pak Nelayan bisa
disewa dengan harga Rp. 300.000 untuk seharian mengelilingi Danau Gunung Tujuh atau
dari muara danau menuju Pasir Putih, Batu Masjid dan Pondok Merah dengan harga
Rp. 100.000. Karena dana yang kami
siapkan tampaknya hampir pas-pasan, kami pun hanya bersantai di pinggir danau.
Setelah hari semakin terang, mulai banyak orang-orang berdatangan, diantaranya
ada banyak anak-anak kecil. Ternyata mereka dari salah satu pondok pesantren.
Sempat juga aku berkenalan dengan beberapa santrinya. Setelah menghabiskan
makan, kami segera packing dan bersiap untuk naik ke puncak dan turun ke
basecamp. Karena kepala terasa agak pusing, aku mengajak untuk duduk-duduk
dahulu di tempat yang lebih teduh, karena semakin siang, kondisi di tepi danau
terasa sangat panas. Semakin siang, danau semakin ramai bahkan ada pula
wisatawan asing yang datang.
Wisatawan yang Menyewa Perahu |
Setelah mengganti pakaian, mie rebus dan teh segera
disantap, dan sekitar pukul 5 tukang ojek yang kami telpon pun datang untuk
menjemput. Kali ini tidak cabe-cabe an karena tukang ojek yang kemarin bersama
dengan temannya. Setibanya di simpang Gunung Tujuh, baru ingat jika makanan
tadi belum di bayar, dan ada pakaian yang masih di jemur belum di ambil,
akhirnya Kak Beben kembali ke resort sedangkan saya menunggu di teras toko
Simpang Gunung Tujuh. Setelah ngobrol dengan pendaki lain yang kebetulan sedang
menunggu juga, rupanya angkot sudah habis dan angkot terakhir biasanya sampai jam 4an. Solusinya agar bisa kembali ke baseamp adalah ojek
atau minta di jemput. Setelah Kak Beben tiba kembali ke tempat aku menunggu, ternyata
ada sebuah mobil yang mau mengantar kami ke basecamp dengan ongkos seikhlasnya.
Menjelang Maghrib kami tiba di basecamp dan hujan pun
kembali turun dengan derasnya. Ada beberapa pendaki yang baru turun kerinci
semalam. Setelah makan malam dan mengobrol dengan yang lain, tak lama aku pun
istirahat untuk menyiapkan fisik, karena besok kami akan mendaki Gunung
Kerinci.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar