Blog ini dibuat untuk mendeskripsikan berbagai potensi yang ada di bumi ini. mulai dari panorama, seni budayanya, makanan khas, hingga adat istiadatnya.

Tujuan saya menulis blog ini, tak lain untuk membiasakan diri untuk sering menulis dan semoga tulisan ini bisa menjadi referensi bagi pembaca dan saya sendiri. Maka dari itu, saya berusaha merangkum kondisi tempat yang bagi saya menarik serta pengalaman saya mengunjungi suatu tempat.

Semoga berguna bagi kita semua. :)

Rabu, 10 Juni 2015

Danau Gunung Tujuh - Gunung Kerinci - Kota Jambi (31 Mei – 8 Juni 2015) : Danau Gunung Tujuh (Part I)

Gunung Kerinci adalah salah satu wishlistku di masa yang akan datang, walaupun belum pernah aku cari informasinya karena kupikir dalam waktu dekat belum ada rencana untuk kesana. Namun, karena beberapa kali perencanaan liburan keluar Sumatera yang terpaksa batal, tercetuslah rencana ke Gunung Kerinci dan fix pada tanggal 26 Mei atau H-4 keberangkatan. Ada sedikit kekhawatiran soal fisik khususnya, karena sudah lama tidak berolahraga dan terakhir kali naik gunung sekitar 7 bulan yang lalu. Belum lagi karena hanya berangkat bedua, beban bawaan lebih berat dari biasanya. Namun, dalam waktu singkat kusempatkan untuk jogging serta membaca referensi tentang jalur pendakian Kerinci sebagai persiapan untuk meminimalisir resiko fisik yang tidak siap.

Berangkat

31 Mei 2015
Pagi pukul 7 aku berangkat menuju loket bus IMI yang rencananya akan mengambil jam keberangkatan pukul 8 pagi. Harga tiket AC Rp. 90.000 dan non AC Rp. 80.000, karena beda tipis, kami mengambil bis AC.  Bis sempat berhenti istirahat di RM. Musi Indah. Karena belum lapar, kami hanya membeli 2 bungkus roti seharga Rp. 16.000! Mahal, tapi karena tidak ada penjual lainnya di dekat sini, apa boleh buat.

Sepanjang perjalanan, alunan musik pop, dangdut, lagu lawas, remix hingga campur sari dengan volume besar, terus berdendang selama 9,5 jam non stop! Seharusnya sekitar 7 atau 8 jam kami sudah tiba di Jambi, tetapi terjadi kemacetan karena banyak perbaikan jalan, khususnya di daerah Bayung Lencir.

Pukul 17:30 kami tiba di loket bus IMI di kawasan Simpang Rimbo. Rencananya, kami akan melanjutkan perjalanan ke Sungai Penuh, ibukota Kab. Kerinci pada pukul 7 malam menggunakan travel Safa Marwa dengan mobil jenis engkel yang tiketnya seharga Rp 140.000 per orang. Travel langsung menjemput kami di loket, sehingga kami bisa makan dan beristirahat dulu sembari menunggu travel menjemput.

Terjadi miskomunikasi dengan pihak travel, biasanya bus IMI dari Palembang berhenti di loket daerah Simpang Kawat, tetapi kami berada di loket Simpang Rimbo yang umumnya tempat berhenti bis IMI dari Lampung, alhasil penantian pun menjadi lebih lama karena travel malah menjemput ke Simpang Kawat.

1 Juni 2015
Perjalanan menuju sungai penuh benar-benar menyiksa bagiku. Aku kurang bisa menahan mabuk jika naik mobil (kecuali bis), apabila melewati jalanan yang berkelok. Beberapa kali aku muntah, hingga tak ada lagi isi perut yang bisa dikeluarkan. Sekitar pukul 05:30, kami tiba di Sungai Penuh dan lanjut naik angkot ke Desa Kersik Tuo, Kayu Aro, tepatnya ke basecamp pendakian Jejak Kerinci. Lama perjalanan sekitar 1,5 jam, dengan angkot berkecepatan tinggi, dan sekitar pukul 06:30 kami pun tiba di basecamp. Ongkos angkot dari Sungai Penuh ke basecamp yakni Rp. 15000 per orang.
Travel Safa Marwa
Kondisi basecamp saat itu cukup ramai dengan pendaki yang baru turun dan akan pulang, serta pendaki yang bersiap untuk mendaki Kerinci pagi ini. Ada dua opsi yang ditawarkan padaku hari ini, opsi pertama langsung mendaki Kerinci bersama rombongan yang akan naik, atau opsi kedua yakni istirahat dan siangnya menuju Danau Gunung Tujuh dan camp di sana. Melihat kondisi fisik sehabis muntah habis-habisan semalam serta tidak tidur, aku memutuskan untuk memilih opsi kedua.

Tak lama, basecamp pun kosong karena semua pendaki sudah pergi ke tujuannya masing-masing, dan rekanku, Kak Beben sedang menemui temannya di Homestay. Aku manfaatkan untuk tidur sejenak, walau mungkin hanya setengah jam aku tertidur. Pukul 11:00, aku bosan karena hanya sendiri, sehingga kuputuskan untuk berjalan-jalan ke Tugu Macan. Tak lama setelah aku kembali lagi ke Basecamp, Kak Beben pulang dan kami segera bersiap menuju Danau Gunung Tujuh. Setelah bertanya kepada Bang Levi, salah satu penghuni Basecamp Jejak Kerinci, untuk menuju Resort Gunung Tujuh, kami bisa naik angkot menuju simpang Gunung Tujuh dengan ongkos Rp. 5.000 per orang, kemudian dilanjutkan dengan ojek menuju resort dengan ongkos Rp 6.000 per orang.

Tugu Macan

Informasi Tentang Gunung Kerinci
Cukup lama kami menanti angkot yang lewat sambil di temani oleh Bang Levi. Sekitar setengah jam menunggu atau sekitar jam 12 siang, akhirnya ada angkot yang bisa kami naiki dan tak begitu lama, kami tiba di simpang Gunung Tujuh untuk mencari ojek. Menurut informasi, ojek sangat mudah ditemukan disini, tapi nyatanya setengah jam lebih kami menunggu ojek yang tak juga menghampiri. Rupanya sedang ada pasar kalangan di sekitar sini, sehingga ojek lebih banyak di pasar dan pangkalannya kosong. Fakta lainnya, ojek disini ternyata lebih gengsian dari ojek di Palembang. Mental yang masih bawaan dari Palembang, nunggu ditawari baru naik terpaksa kami buang. Tapi masih juga kebingungan dengan ciri tukang ojeknya. Setelah observasi dan beberapa kali didului ibu-ibu yang baru muncul kemudian langsung dapat ojek, kami pun mengenali cirinya, yakni helm dengan 2 warna biru campur orange.

Ojek yang dinanti pun lewat, langsung kami panggil dan aksi cabe-cabe an pun  di mulai. Kami harus bonceng tiga karena hanya ada satu ojek. Jika naik ojek, sebaiknya tanyakan nomer HP tukang ojeknya agar bisa minta dijemput saat akan pulang. Hal ini karena tidak ada angkutan yang menuju ke simpang Gunung Tujuh selain ojek.

Resort Gunung Tujuh terletak di Desa Palompek, Kecamatan Kayu Aro, dan kawasan ini termasuk dalam area Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Setiba di resort, kami sempatkan solat dzuhur sejenak, dan langsung melakukan pendakian. Penjaga pos kebetulan sedang keluar karena tiket masuk Gunung Tujuh sedang habis, sehingga kami dipesankan untuk melapor saat turun keesokan harinya saja. Biaya masuk kawasan gunung tujuh adalah Rp. 7.500 per orang.
Gerbang Masuk Pendakian Gunung Tujuh
Sekitar pukul 13:30, kami mulai bergerak memasuki jalur pendakian Gunung Tujuh. Pendakian dengan kecepatan normal, memakan waktu sekitar 2 – 3 jam, namun kecepatannku ternyata kurang baik dan cukup sering berhenti walau sebentar. Kondisi jalur cukup jelas dengan adanya tanda penunjuk arah walaupun beberapa kali ditemui percabangan. Tanjakkan yang panjang seringkali terlihat dan membuatku menghela nafas panjang. Ada rasa pesimis muncul untuk membatalkan pendakian ke Kerinci, karena di Gunung Tujuh saja aku sulit untuk mempercepat langkah, namun masih kusimpan dalam hati dan terus memacu semangat agar bisa melihat danau yang kabarnya merupakan salah satu danau tertinggi di Indonesia, bahkan ada pula yang menuliskan bahwa Danau Gunung Tujuh merupakan danau kaldera tertinggi se Asia Tenggara.

Akhirnya sekitar pukul 16:40 kami tiba di puncak dengan ketinggian sekitar 2735 mdpl. Tidak banyak yang bisa dilihat disini karena tertutup oleh pepohonan, lahannya juga tidak terlalu luas. Tidak lama, kami segera turun menuju danau. Belum tiba di tepi danau, aku sudah bisa melihat hamparan air danau yang luas dan jernih dikelilingi oleh pegunungan, benar-benar pemandangan yang luar biasa dan membuat semangat muncul untuk segera tiba di tepinya.  Sesuai namanya, ternyata danau ini memang dikelilingi oleh tujuh gunung, yakni Gunung Hulu Tebo (2.525 meter), Gunung Hulu Sangir (2.330 m), Gunung Madura Besi (2.418 m), Gunung Lumut yang ditumbuhi berbagai jenis lumut (2.350 m), Gunung Selasih (2.230 m), Gunung Jar Panggang (2.469 m), dan Gunung Tujuh itu sendiri (2.735 m). Danau Gunung Tujuh berada di ketinggian sekitar 1950 mdpl dengan luas kurang lebih 12.000 meter persegi.

Danau Gunung Tujuh
Kami tiba di tepi  danau sekitar pukul 17:00 yang menandakan bahwa pendakian ini memakan waktu sekitar 3,5 jam. Lumayan pikirku saat itu, dan seketika rasa pesimis untuk mendaki Kerinci ku buang. Usai solat Ashar, segera kami mendirikan tenda. Sayangnya, tidak ada orang lain di sini, sehingga selesai memasak makan malam, kami segera beristirahat. Malam cukup cerah, tapi suhu yang dingin dan tidak ada orang lain membuat enggan untuk keluar tenda dan segera berstirahat agar dapat segera menyaksikan indahnya sunrise dari tepi danau.

2 Juni 2015
Aku terbangun dan melihat suasana cukup terang. Segera kulirik jam tangan yang dilepas, menunjukkan pukul 6 lewat sedikit. Pikirku saat itu pantas saja sudah terang, matahari sudah muncul. Segera aku bangunkan Kak Beben dan baru saja Kak Beben membuka tenda, bulan yang hampir bulat masih bersinar dengan terangnya. Kembali kami mengecek jam tangan yang ternyata masih jam 12 malam! Rupanya aku melihatnya dalam posisi terbalik, dan karena kondisi yang agak gelap, aku tidak memperhatikan angka yang ditunjuk oleh jarum jam. Cukup kaget karena cuaca memang sangat terang seperti menjelang fajar, lalu kami lanjutkan untuk tidur lagi dan bangun di pagi hari yang benar-benar pagi.

Pukul 6 pagi aku terbangun dan kembali membangunkan Kak Beben, tetapi dia memilih tetap terlelap sejenak. Aku yang tidak sabar ingin melihat indahnya pagi di danau ini segera keluar dari tenda dan WAW! Matahari pagi yang mulai mengintip dari gunung di depan tenda, benar-benar mempesona ditambah pula dengan uap seperti asap yang muncul dari dinginnya air danau pagi ini. Sangat indah walaupun terasa masih sangat dingin. Sambil melihat pagi, aku berniat untuk membuat minuman hangat, namun tak lama Kak Beben terbangun dan rencana berubah menjadi ajang foto-foto dengan view matahari yang sudah muncul seluruhnya.
Sunrise Kelewatan di Danau Gunung Tujuh

Selesai berfoto, aku mulai memasak sarapan pagi ini. Memasak air, nasi dan menghangatkan sayur asem yang kami masak semalam. Tak lama, seorang bapak-bapak dengan sebuah perahu datang mendekat, dia adalah Pak Nelayan yang tinggal di seberang danau ini. Ketika di basecamp, Bang Levi juga sempat bercerita tentang si Bapak, sehingga kami tidak begitu terkejut bahwa ada orang yang tinggal di sini. Kubuatkan 2 gelas kopi untuk Kak Beben dan Pak Nelayan serta segelas susu coklat hangat untukku sembari menunggu nasi matang.

Ternyata perahu yang dibawa oleh Pak Nelayan bisa disewa dengan harga Rp. 300.000 untuk seharian mengelilingi Danau Gunung Tujuh atau dari muara danau menuju Pasir Putih, Batu Masjid dan Pondok Merah dengan harga Rp. 100.000.  Karena dana yang kami siapkan tampaknya hampir pas-pasan, kami pun hanya bersantai di pinggir danau. Setelah hari semakin terang, mulai banyak orang-orang berdatangan, diantaranya ada banyak anak-anak kecil. Ternyata mereka dari salah satu pondok pesantren. Sempat juga aku berkenalan dengan beberapa santrinya. Setelah menghabiskan makan, kami segera packing dan bersiap untuk naik ke puncak dan turun ke basecamp. Karena kepala terasa agak pusing, aku mengajak untuk duduk-duduk dahulu di tempat yang lebih teduh, karena semakin siang, kondisi di tepi danau terasa sangat panas. Semakin siang, danau semakin ramai bahkan ada pula wisatawan asing yang datang.
Wisatawan yang Menyewa Perahu
Sekitar pukul setengah 2 kami bergerak menuju puncak dan turun. Perjalanan turun memakan waktu sekitar 1,5 jam, dan saat sudah hampir tiba di bawah, hujan pun turun cukup deras sehingga tidak ada lagi bagian kering yang aku kenakan. Setiba di resort, kami memesan teh hangat dan mie rebus untuk menghangatkan diri dan mengisi perut karena memang belum makan siang. Tapi, karena pakaian yang basah, tubuh terasa sangat kedinginan sehingga terpaksa keril ku bongkar untuk mengambil pakaian ganti yang masih kering.

Setelah mengganti pakaian, mie rebus dan teh segera disantap, dan sekitar pukul 5 tukang ojek yang kami telpon pun datang untuk menjemput. Kali ini tidak cabe-cabe an karena tukang ojek yang kemarin bersama dengan temannya. Setibanya di simpang Gunung Tujuh, baru ingat jika makanan tadi belum di bayar, dan ada pakaian yang masih di jemur belum di ambil, akhirnya Kak Beben kembali ke resort sedangkan saya menunggu di teras toko Simpang Gunung Tujuh. Setelah ngobrol dengan pendaki lain yang kebetulan sedang menunggu juga, rupanya angkot sudah habis dan angkot terakhir biasanya sampai jam 4an. Solusinya agar bisa kembali ke baseamp adalah ojek atau minta di jemput. Setelah Kak Beben tiba kembali ke tempat aku menunggu, ternyata ada sebuah mobil yang mau mengantar kami ke basecamp dengan ongkos seikhlasnya.


Menjelang Maghrib kami tiba di basecamp dan hujan pun kembali turun dengan derasnya. Ada beberapa pendaki yang baru turun kerinci semalam. Setelah makan malam dan mengobrol dengan yang lain, tak lama aku pun istirahat untuk menyiapkan fisik, karena besok kami akan mendaki Gunung Kerinci.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar