Blog ini dibuat untuk mendeskripsikan berbagai potensi yang ada di bumi ini. mulai dari panorama, seni budayanya, makanan khas, hingga adat istiadatnya.

Tujuan saya menulis blog ini, tak lain untuk membiasakan diri untuk sering menulis dan semoga tulisan ini bisa menjadi referensi bagi pembaca dan saya sendiri. Maka dari itu, saya berusaha merangkum kondisi tempat yang bagi saya menarik serta pengalaman saya mengunjungi suatu tempat.

Semoga berguna bagi kita semua. :)

Selasa, 22 April 2014

Camping di Kaki Gunung Dempo dan Wisata Air Terjun 7 Kenangan (16 - 21 April 2014)

Kembali lagi ke Pagar Alam dengan niatan yang hampir sama dengan sebelumnya. Mengumpulkan data untuk skripsi, dilanjutkan dengan mendaki puncaknya Sumatera Selatan, Gunung Dempo. Kali ini, berangkat dengan lima orang teman, jadi kami berangkat berenam dari Palembang.

Setelah beberapa hari terakhir aku dan seorang teman kesana kemari mencari pinjaman alat, akhirnya tanggal 16 April 2014, perjalanan pun dimulai.


16 April 2014
Pagi sekitar pukul 9, salah seorang teman, lebih dulu datang ke rumah untuk packing serta menemaninya mencari jaket. Setelah semua siap, hujan turun cukup deras, aku memanfaatkannya untuk menikmati kasur sebelum habis masanya. Sekitar pukul 11, saya pun dibangunkan dan diajak bergerak ke rumah seorang teman yang sudah direncanakan sebagai meeting pointnya walaupun dia sendiri tidak ikut berangkat.

Awalnya berencana naik ojek disambung trans musi biar hemat, namun setelah berhasil mengeluarkan jurus memelas pada tukang ojek, dapatlah kita harga setara dengan ojek+transmusi tanpa harus pindah naik transmusi.

Tiba di meeting point, ternyata belum ada yang datang, barulah pukul setengah 2 semua datang. Ada sedikit kekacauan barang bawaan, mau tidak mau sebagian dipacking ulang dan baru bergerak ke Terminal Karya Jaya sekitar pukul setengah 3, sedangkan pukul 3 harus sudah berada di terminal.

Selepas melewati macetnya jalanan kota, akhirnya kami tiba juga di terminal walaupun telat setengah jam dengan diantar salah seorang teman. Untung bapak bis nya baik, sehingga masih setia menanti kami..

17 April 2014
Sekitar pukul 1 dini hari, kami tiba di basecamp Ayah Anton yang berada di dekat pabrik pengolahan teh dan berada tepat di belakang masjid PTPN. Setelah ngopi-ngopi sebentar dan ngobrol-ngobrol dengan pendaki yang sudah berada di basecamp lebih dulu, saya duduk menghabiskan malam hingga pagi di samping masjid PTPN menikmati suasana malam dan menunggu matahari terbit.

Lokasi Nongkrong

Rencana menuju kampung 4 baru siang nanti, menunggu seorang teman lagi yang tinggal di Pagar Alam pulang dari kerja.  Setelah packing dan makan siang gratisan, sekitar pukul 15:30 kami pun berjalan menuju kampung 4...

Hujan mengguyur saat setengah perjalanan, tetap hantam melewati kebun-kebun teh yang luas. Namun, setelah hujan reda, keindahan pelangi berlapis dua serta rona jingga matahari terbenam, di balik gagahnya Gunung Dempo, memberikan kepuasan mata dan batin bagi kami yang sudah mulai bingung rute menuju Kampung 4. Tak lama, lewat seorang bapak” bermotor, kemudian kami bertanya jalan menuju Kampung 4. Setelah dapat informasi jelas, lanjut jalan….
Senja
Pelangi yang lapis duanya tak tertangkap kamera
….. suasana sudah gelap. Belum juga tiba di kampung 4. Sinar lampu yang menjadi petunjuk perkampungan juga belum nampak. Berjalan dan berjalan, dengan berpikir positif, pasti ada jalannya. Tak lama, kami menemui rumah tadah hujan dan memutuskan untuk camp di sana karena suhu yang dingin ditambah baju yang basah serta perut yang mulai lapar… -Skip tidur-

18 April 2014
Pukul 3 dini hari saya terbangun, namun hari masih gelap, akhirnya sayapun menanti pagi dalam balutan sleeping bag. Sekitar pukul 5 barulah saya keluar tenda dan diikuti beberapa teman lainnya untuk menikmati indahnya matahari pagi dan negeri di atas awan. Benar-benar obat lelah setelah melalui malam yang membingungkan.
Negeri di Atas Awan Kala Fajar
Pukul 7 pagi kami berjalan dan tak begitu jauh, teman yang lebih dulu berjalan kembali ke arah kami dan berkata “ada kampung di sana..kampung berapa itu?”
Ternyata dan ternyata, kampung 4 tinggal 2 belokan saja, segera kami berjalan menuju warung Bude untuk santap nasi goreng dan teh hangat. Setelah mengisi perut, rombongan kaum “Adam” kembali ke tenda untuk packing dan kaum “Hawa” sedang terjangkit penyakit malas dan tidur2an di warung (huehehehe)
Nyantap
Setelah sekian lama, akhirnya kaum “Adam” pun muncul dan semuanya muncul dengan ransel depan belakang (Sorry bro hahaha). Setelah rehat sejenak, kami lanjut mendirikan tenda di Janang, sebuah lokasi yang biasa dipakai untuk camping tak jauh dari titik awal pendakian Gunung Dempo. Setelah tenda berdiri, kami langsung mengambil persediaan air dan tak lama, hujan pun turun seharian hingga malam, terpaksa acara api unggun pun dibatalkan. Tenda yang kami gunakan, ternyata mudah dirembesi air, dan sempat banjir saat sore, setelah menimbang dan berdiskusi, pendakian sebaiknya tidak dilakukan karena kondisi alat serta cuaca yang kurang bersahabat. Menimbang banyaknya kaum “Hawa” serta beberapa diantaranya masih perdana, belum lagi saya juga hanya pernah sekali mendaki gunung ini, akhirnya kami semua setuju untuk tidak muncak. Malam ini, hanya diisi dengan celoteh di dalam tenda hingga semua terlelap dalam SB masing-masing.

19 April 2014
Seperti biasa, saya terbangun lagi di pagi hari dan segera keluar dari tenda untuk melihat rona jingga matahari yang baru akan menampakkan kegagahannya. Pagi hari tampak cerah, namun kabut sudah mulai tampak bergerak mendekat. Pagi ini, saya menghabiskan waktu untuk mengambil foto 100++ sample daun teh yang terkena penyakit sebagai bahan skripsi. Setelahnya, kami sarapan lanjut cuci piring karena sebentar lagi kami akan packing untuk pulang.
Pagi Cantik...
Pukul 11 kami bergerak ke kampung 4 dan bersantai cukup lama di warung. Barulah pukul 2 siang kami bergerak turun ke Kampung 1 untuk mengambil carriel yang dititipkan di basecamp ayah, dan lanjut ke rumah Kak Fahmi, salah satu anggota team ini yang berdomisili di Pagar Alam.

Setelah berjalan ala “hajar bleh” diantara kebun teh yang membuat saya tampak seperti babi hutan dengan berjalan sradak sruduk, ternyata jalur kami menyimpang lagi. Bukan tambah jauh, tapi tambah “tembak lurus” ke arah dekat kawasan perkotaan, sehingga tak terlalu lama berjalan, kampung 1 malah kelewatan. Alhasil, langsung naik angkot ke rumah Kak Fahmi untuk beristirahat dan menginap karena besok kami akan mampir ke Air Terjun 7 Kenangan.

20 April 2014
Kali ini bangunnya agak siang sekitar pukul 7, maklum udah nemu kasur empuk. Setelah mandi, makan dan santai-santai, sekitar pukul 09:30 kami berangkat ke Air Terjun 7 Kenangan dengan mencarter angkot dengan tarif Rp. 7000 per orang kalau tidak salah.

Jalan menuju lokasi air terjun ini berada tak jauh dari Pabrik Pengolahan Teh PTPN 7. Sebelum berjalan menuju air terjun, kami mampir sebentar ke rumah seorang teman yang berada tepat di sebelah gang 7 kenangan. Tak begitu lama, kami langsung lanjut berjalan dimulai dari memasuki gang 7 kenangan. Di ujung gang, ada jalan yang lebih luas dan langsung berbelok ke kanan. Selanjutnya tinggal mengikuti jalan hingga ada petunjuk bertuliskan Air Terjun 7 Kenangan. Dari sini, perjalanan dilanjutkan dengan jalan setapak yang masih berupa tanah. Mungkin karena ini hari libur, kami dipungut biaya masuk sebesari Rp 1000 per orang sebelum memasuki jalan setapak. Lama perjalanan dari awal gang, kurang lebih hampir 1 jam.

Setiba di air terjun, suasana cukup ramai. Entah mengapa, saya kurang merasa nyaman di sini dan akhirnya bertanya “adakah air terjun yang lebih tenang?”. Syukurlah, ternyata ada, dan kami di bawa ke air terjun yang berada di bawahnya lagi melewati trek menurun yang ternyata sangat curam. 
Air Terjun 7 Kenangan
Setibanya di air terjun ini, rasa ingin menyentuh air langsung muncul dan langsung turun ke bawah. Suasananya tenang dan alami, kicauan burung serta serangga masih terdengar jelas, tidak tertutup oleh suara teriakan manusia. Katak hijau mata merah yang sedang menikmati percikan air, juga sempat berada di dekat saya.
Air Terjun di Bawah
Entah berapa lama saya duduk menikmati terpaan angin dan titik-titik air di dekat air terjun ini, benar-benar terhipnotis oleh keindahan dan kesejukannya hingga semua teman-teman mulai naik ke atas. Pukul 3 siang, akhirnya saya bergerak ke atas dan kami mulai berjalan pulang. Sepanjang perjalanan menuju tempat pembayaran retribusi tadi, sebagai ungkapan terimakasih atas indahnya alam yang baru saja kami nikmati, kami mengambil sampah-sampah yang berserakan sepanjang jalur. Ya, setidaknya dimulai dari hal kecil untuk sesuatu yang besar, bukan?

Kami tidak langsung pulang menuju rumah Kak Fahmi, tetapi mampir lagi ke rumah teman yang sempat kami hampiri sebelumnya. Di sini, kami ngobrol-ngobrol sambil menikmati segarnya teh dan kopi. Tak lama, 2 diantara kami memesan tiket bis untuk pulang nanti malam. Sayangnya, tiket untuk hari ini sudah habis dan terpaksa diundur hingga besok pagi. Sebelum magrib, kami pun pulang ke rumah Kak Fahmi dengan angkot yang sama serta jumlah ongkos yang sama.

Kalo sudah main air, biasanya saya lupa daratan…males balik ke darat maksudnya. Alhasil, badan mulai agak panas dan hampir demam. Setelah dibelikan teman sebotol air mineral (obat darurat saya ini), dan minum segelas STMJ, badan mulai agak enakan dan istirahat.

21 April 2014
Subuh-subuh saya terbangun karena mengigil. Langsung masuk ke sleeping bag, mungkin karena bawaan demam kemarin. Untunglah pagi harinya tidak begitu kedinginan sehingga mulai sanggup untuk mandi dan bersiap pulang. Pukul 9 pagi setelah sarapan, kami pun berangkat ke terminal dengan mencarter angkot lagi.

Pukul 10 pagi bis bergerak menuju Palembang dan sepanjang perjalanan di bis, diisi dengan tidur-celoteh-tidur-celoteh. Pukul setengah 7 malam, kami tiba di Simpang Pamor dekat Jembatan Ampera kemudian berjalan kaki menyebrangi Jembatan yang merupakan icon Kota Palembang ini.

Ada hal lucu ketika berjalan di sini. Banyaknya pengendara motor yang sering mengambil jalur trotoar menginspirasi kami yang membawa carriel untuk berjalan sejajar sehingga motor-motor tidak bisa lewat. Bukan jahil sih, tapi hanya menyadarkan para pengguna kendaraan, bahwa trotoar adalah hak para pejalan kaki. Ada yang sebel, ada yang nyolot, ada yang spionnya patah gara” menabrak carriel di punggung salah seorang teman dan uniknya, ada yang langsung minta maaf.

Tiba di seberang jembatan, kami segera menaiki angkot merah menuju angkringan yang biasa digunakan untuk kumpul, karena di sana sudah ada beberapa teman yang menunggu. Setelah ngobrol-ngobrol sebentar, saya pun diantar pulang ke rumah.


Walaupun kali ini tidak bisa menjejakan kaki di puncak itu, yakinlah suatu saat nanti, kesempatan itu masih ada. Mungkin saatnya saya serius pada kegiatan akademik, tapi entahlah hahaha

Tidak ada komentar:

Posting Komentar