Setelah
sebelumnya rencana ke Bukit Kaba di awal bulan batal, akhirnya teralisasi pada
akhir bulan. Bukit Kaba berada di Desa Sumber Urip, Kecamatan Selupu Rejang,
Kab. Rejang Lebong, Bengkulu atau lebih dikenal dengan Curup yang merupakan
ibukota dari kabupaten ini.
20 Mei 2014
Perjalanan
dimulai dari Stasiun Kereta Api Kertapati Palembang dengan kelas ekonomi yang
berangkat pukul setengah 10 pagi menuju Stasiun Lubuk Linggau. Tiket sudah kami
pesan terlebih dahulu beberapa hari sebelumnya dengan harga tiket kereta
sebesar Rp 30.000 per orang.
Sepanjang
perjalanan, banyak diisi dengan ngobrol dan tidur, kemudian kami tiba di
Stasiun Kereta Api Lubuk Linggau sekitar pukul 7 malam. Cukup terlambat dari
jadwal seharusnya yang tertera di tiket. Maklum saja, kereta penumpang harus
mengalah jika ada kereta babaranjang yang lewat.
Keluar dari
stasiun, kami langsung menaiki travel yang akan membawa kami ke Curup. Ongkos
travel menuju Curup adalah Rp 30.000 per orang. Jalannya cukup memusingkan,
meliuk tajam dengan tanjakan yang cukup “wah”. Alhasil, saya tidak bisa menahan
muntah dalam perjalanan selama 2 jam ini. Kami diantar menuju Simpang Bukit
Kaba, tetapi berhubung kondisi yang sudah malam, kami minta diantar langsung ke
Posko Pokdarwis yang juga merupakan pos pendaftaran pendakian Bukit Kaba. Kami
pun dikenakan biaya tambahan sebesar Rp 20.000 karena jarak yang cukup jauh dan
menanjak dari kawasan Simpang Bukit Kaba.
Setibanya di pos,
kami mendirikan tenda di parkiran karena di posko sedang diadakan rapat.
Setelah tenda berdiri, langsung memasak makan malam dan beristirahat.
21 Mei 2014
Pagi hari
setelah memasak sarapan dan bersih-bersih seadanya, pendakian pun dimulai
sekitar pukul setengah 11. Treknya lumayan menguras tenaga dengan banyaknya
tanjakkan yang cukup terjal. Salah satu trek yang cukup sulit dan membuat saya
menghela nafas sebelum lanjut melangkah adalah Tebing Cengeng. Setelah berjalan
dengan 4 kaki (macam kera), akhirnya lewat juga tebing ini, walaupun didepan
sana jalan masih panjang dengan tanjakkan yang tak kalah melelahkan.
Taman Wisata Alam Bukit Kaba |
Sekitar 2 jam
berjalan, akhirnya kami tiba di lokasi camp di bagian atas. Tapi kami tidak
mendirikan tenda di sini, melainkan ke lokasi camp yang di bawah. Untuk menuju
lokasi camp ini, mau tidak mau harus menuruni tebing yang curam, untungnya tebing
lebih didominasi oleh bebatuan sehingga bisa menjadi pijakan.
Akhirnya tiba
juga di lokasi camp dan langsung mendirikan tenda. Keuntungan ngecamp di sini
memang suasanya lebih tenang dan sumber air yang lebih dekat. Hari ini diisi
dengan bersantai dan malamnya tidak banyak aktivitas karena kabut cukup tebal
diluar sana.
Campsite |
Sumber air |
22 Mei 2014
Hari ini, mulai
pukul setengah 10 pagi, saatnya mengeksplorasi kawah yang ada di Bukit Kaba.
Memang tidak semuanya kami datangi, hanya dua dari tiga kawah yang ada.
Pertama, kami mengunjungi kawah mati dengan trek menanjak yang didominasi oleh
bebatuan vulkanik kecil. Kemudian, dilanjutkan menuruni tebing bebatuan yang
cukup membuat deg deg an, karena harus hati-hati berpijak jika tidak ingin
terperosok karena jalur yang rapuh. Setelah memacu
detak jantung dan nafas, akhirnya tiba juga di pinggiran kawah mati yang sangat
dalam dengan warna kawah kehijauan.
Kawah Mati |
Pinggiran Kawah |
Setelah puas bersantai dan berfoto, kami
lanjut ke kawah aktif dengan jalur memanjat tebing yang lain. Karena kabut yang
datang cukup tebal, kami duduk dulu di genangan air yang timbul didekat tebing,
sehingga membentuk seperti danau. Suasananya sangat tenang dan benar-benar membuat
betah untuk santai di tepiannya.
Danau Dadakan |
Setelah kabut
menipis, kami mulai memanjat lagi ke atas untuk menuju kawah aktif yang
terdengar menderu oleh semburan gas belerang dari perut bumi. Sebaiknya siapkan
masker atau penutup hidung dan mulut ketika ke sini, karena bau belerang yang
sangat menyengat. Pukul 11 kami tiba di kawah aktif dan tak bisa berlama-lama
di sini, kami pun kembali ke kawah mati dan kembali memanjati tebing yang
pertama untuk kembali ke tenda.
Kawah Aktif |
Semburan Gas Belerang |
Pukul 12, kami
tiba di tenda dan langsung memasak makan siang. Sedikit insiden nasi gosong
sehingga harus dimasak ulang. Kemudian, setelah nasi yang sudah di revisi telah
matang, dengan ditemani sayur asem, ikan asin, dan kerupuk, kami pun menyantap
makan siang dengan nikmat. Setelah beres-beres tenda dan beristirahat sejenak,
sore harinya dihabiskan dengan memungut sampah di sekitar dan bercengkrama di
luar tenda hingga waktu magrib.
Malamnya,
berencana membuat api unggun sekalian membakar sampah yang sudah dikumpulkan.
Namun apa daya, sulitnya mencari kayu karena didominasi oleh perdu dan pohon
serabut. Api pun sulit bertahan karena hanya ada sedikit kayu yang tergeletak
di lokasi camp, apalagi saat sampah-sampah sudah habis dibakar. Sambil
menyaksikan indahnya malam dengan taburan bintang, sempat juga kami melihat
bintang yang jatuh saat sedang mencoba melihat rasi bintang.
Setelah puas
diluar dengan api unggun yang mulai kehilangan dayanya, kami pun masuk ke tenda
dan beristirahat.
23 Mei 2014
Pukul setengah 4
dini hari, saya terbangun dan tak lama hujan pun turun. Hingga subuh, hujan
masih juga belum reda sehingga rencana melihat sunrise harus batal. Pukul 9
hujan juga belum reda, dan baru disadari ternyata tenda sedikit banjir. Barulah
sekitar pukul 11 kurang hujan berhenti, langsung keluar dan bersantai dahulu
menikmati udara segar sehabis hujan.
Setelah
bersih-bersih alat, packing dimulai, dan mulai bergerak turun sekitar pukul 2
siang. Di lokasi camp atas, kami mengambil beberapa foto sambil mengambil nafas
sehabis memanjati tebing. Sekitar setengah 3, baru dilanjutkan berjalan menuju
posko.
Pukul setengah 4
kami pun tiba di bawah dan bertemu dengan beberapa pendaki lainnya. Setelah sedikit
bercerita, akhirnya kami mendapat tumpangan ke Simpang Bukit Kaba karena ada
yang membawa motor.
Sampai di
simpang pasar, kami langsung menyantap makanan di sebuah warung makan karena
perut yang sudah lapar tanpa diisi makan siang sebelum berjalan turun, akibat kehabisan
bahan bakar. Selesai makan, cukup lama kami menunggu travel yang lewat untuk
membawa kami menuju Stasiun Lubuk Linggau.
Sekitar pukul 5,
barulah kami mendapatkan travel dan kembali melewati jalan yang menyiksa karena
meliuk tajam dan menanjak. Untunglah saat itu masih terang, sehingga saya bisa
melihat kondisi jalan serta waktu tempuh yang lebih cepat yakni 1,5 jam. Pulang
ini, kami naik kereta malam yang berangkat pukul 9 malam dan tiba besok paginya.
Sekitar pukul 7
malam, kami tiba di Stasiun Lubuk Linggau dan menukarkan tiket. Dilanjutkan
dengan mengunjungi Pasar Mambo yang semulanya kami ingin mengunjungi Pasar
Kuliner Kalimantan yang berada di sebelahnya. Kami mencicipi bakso yang terasa
agak beda dari biasanya.
Selesai makan,
lanjut berjalan dan mencoba lewat jalan lain. Alhasil nyasar, kemudian bertanya
pada ibu-ibu, di mana jalan menuju stasiun. Untung tidak begitu jauh dan tidak terjadi
insiden ketinggalan kereta.
24 Mei 2014
Kereta tiba di
Stasiun Kertapati Palembang pukul setengah 6 pagi. Kami bersantai dan sarapan
pempek terlebih dahulu di stasiun, kemudian berjalan ke rumah teman untuk
mengambil motor yang dititipkan. Selanjutnya, saya pun diantar pulang.
Indonesia memang indah kawan... satu tempat didatangi, rasa penasaran ke tempat lain akan hadir. Bahkan, aku merasa tak bosan untuk kembali ke tempat yang sama :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar