Blog ini dibuat untuk mendeskripsikan berbagai potensi yang ada di bumi ini. mulai dari panorama, seni budayanya, makanan khas, hingga adat istiadatnya.

Tujuan saya menulis blog ini, tak lain untuk membiasakan diri untuk sering menulis dan semoga tulisan ini bisa menjadi referensi bagi pembaca dan saya sendiri. Maka dari itu, saya berusaha merangkum kondisi tempat yang bagi saya menarik serta pengalaman saya mengunjungi suatu tempat.

Semoga berguna bagi kita semua. :)

Rabu, 11 Mei 2016

Berjuang untuk Merasakan Jogjakarta (4-9 Mei 2016)


Berjuang mungkin agak berlebihan untuk judul kali ini. Tapi, cerita perjalanan sebelum tiba di Jogja cukup sayang jika aku lewatkan dalam tulisan kali ini. Jogjakarta merupakan salah satu kota yang memiliki banyak daya tarik wisata, tak heran jika sedang libur panjang, bahkan sekedar long weekend, akan dibanjiri oleh wisatawan dari berbagai wilayah. Begitu pun ketika aku datang ke Jogjakarta yang benar-benar ramai karena bertepatan dengan libur Kenaikan Isa Almasih pada hari Kamis dan Isra’ Miraj Nabi Muhammad SAW pada hari Jumatnya. Beberapa minggu sebelum keberangkatan, aku sempat menghubungi temanku Ajeng, yang sedang melanjutkan kuliahnya di Jogjakarta. Untunglah ia bisa menemani dan karena aku hanya sendiri, aku pun bisa menumpang di kostannya.

Rabu, 4 Mei 2016
Setelah menyelesaikan pekerjaan, aku meminta izin pulang lebih awal agar bisa mempersiapkan keberangkatan ke Jogjakarta. Sekitar pukul 3 siang aku bergerak pulang dan sempat mampir ke Terminal Bis Rawa Buaya yang ada di dekat kost ku untuk memesan tiket agar tak kehabisan. Sebenarnya, niat awal adalah naik kereta, berhubung membludaknya penumpang saat libur seperti ini, tiket pun ludes. Padahal aku sudah mulai mencari tiket sejak satu bulan sebelum keberangkatan. Tiket pun didapatkan walaupun harganya lumayan mahal yakni sebesar Rp 210.000 dengan jam keberangkatan pukul 7 malam.

Setiba di kostan, aku mulai mengepak bawaan dan menyempatkan waktu untuk beristirahat sebelum memulai perjalanan. Usai sholat maghrib, aku pun menuju Terminal Rawa Buaya dan tiba sekitar pukul 7 kurang. Namun, menurut informasi bisnya datang terlambat dikarenakan terjebak jalan yang macet karena malam itu Jakarta amat sangat macet, kami pun memakluminya. Setelah menunggu dan menunggu sambil berbicang dengan seorang perempuan yang akan naik satu bis denganku, bis masih juga belum datang. Akhirnya setelah 3 jam menunggu atau sekitar pukul 10, kami mendapat kabar bis telah datang tetapi tidak masuk ke terminal karena macet. Kami pun di angkut menggunakan angkot menuju kawasan Jembatan Baru karena kabarnya bis akan mengangkut kami di sini. Setibanya di Jembatan Baru, memang ada satu bis, tapi ternyata bukan bis ini yang akan kami naiki, katanya bis kami belum datang. Baiklah, mungkin ini ujian kesabaran. Setelah beberapa saat menunggu, tiba-tiba kami mendapat kabar bahwa bis yang ke Jogja sudah lewat! Ini ujian atau penipuan?! Bukankah kami sudah membeli tiket, terus kenapa bisnya tidak menunggu kami datang jika memang ini resmi? Sempat emosi dan si tukang tiketpun melobi bis yang baru datang. Rupanya bis ini juga akan melewati Jogja dan kami pun di suruh naik bis itu. Sayangnya, aku dan seorang perempuan yang ku ajak ngobrol sebelumnya harus naik bis yang berbeda karena bis ini akan lewat magelang sehingga tidak melewati Wangun yang menjadi tujuannya. Kekesalan belum juga selesai, barulah kami mau masuk ke dalam bis, kernetnya pun bilang “nanti ya nanti, yang beli tiket dulu”. Hah? Jadi seolah kami ini tidak beli tiket di sini. Untungnya masih ada tempat duduk dan bis yang kami naikipun merupakan bis pariwisata yang jarak antar kursinya berdekatan. Padahal, menurut si tukang tiket, bis yang akan kami naiki merupakan bis eksekutif. Benar-benar tertipu. Sudahlah pikirku, yang penting sudah dapat bis dan bisa langsung jalan. Belum cukup ternyata, bis rupanya melaju ke arah Grogol untuk mengambil penumpang lagi. Alhasil bis itu semakin sesak, apalagi seat bis ini 3-3. Oke terserahlah, bis pun berputar dan melaju, iya melaju kembali menuju Terminal Rawa Buaya.. dan berhenti cukup lama. Errr..

Kamis, 5 Mei 2016
Setelah menunggu sambil memejamkan mata untuk meredam kesal, bis pun berjalan dan mulai masuk tol. Sukurlah pikirku. Tapi sepanjang perjalanan benar-benar menyebalkan, dimana jalanan luar biasa macet dan pagi hari pukul setengah 8, kami baru sampai di Rest Area Km. 102 Tol Cipali. Kemudian, pukul setengah 12, bis merapat ke Rumah Makan Aroma di Cirebon. Saat itu aku makan dan berbincang bersama seorang ibu yang juga berangkat sendiri dengan tujuan Salatiga. Dari beliau aku tau kalau kernet bilang bis akan ke Solo dulu baru ke Jogja. Itu pertanda bahwa aku akan sampai lebih lama lagi, perkiraan mungkin akan sampai malam hari. Sukurlah setelah di bis kernet kembali menginformasikan bahwa bis akan ke Jogja dulu karena penumpang yang ke Jogja lebih banyak.

Jalanan Sekitar Prupuk

Bis kembali melaju dan cukup lancar, tapi tak begitu lama kami harus kembali pasrah karena ketika bis memasuki daerah Prupuk, terjadi kemacetan total. Entah berapa jam kami berhenti di sini kemudian dilanjutkan berjalan sedikit dan berhenti lagi. Begitulah seterusnya. Kemacetan terus berlangsung hingga di Ajibarang, bahkan bis berhenti begitu lama di sini sehingga hampir semua penumpang bis duduk di luar karena lelah menunggu, termasuk aku. Bis yang sempit ditambah lagi dengan dua orang di sebelahku sibuk berantem membuat suasana menjadi tidak nyaman. Si cewek kesel karena si cowok ngajak naik bis, ngajak dia liburan, blablabla, entahlah. Terbesit di pikiran untuk hitchhiking ke motor rombongan touring yang lewat dan aku pun sudah mencari posisi yang tepat. Sayangnya, belum ada lagi motor yang lewat sampai akhirnya kendaraan di depan mulai bergerak dan aku pun segera naik ke dalam bis. Kemacetan masih terjadi walau tidak separah sebelumnya. Barulah saat bis hampir mendekati daerah Wangun, jalanan mulai lancar. Hmm.. padahal sebelumnya di informasikan bis ini tidak lewat Wangun. Sepertinya suka-suka sopirnya lah ya.

Jum’at, 6 Mei 2016
Aku masih di jalan dan haripun sudah berganti. Dini hari, Kami pun masuk ke daerah Purworejo dan bis pun masuk ke kotanya. Ku pikir ada yang sedang di antar, ternyata tidak. Bis sudah berkali-kali berputar melewati Alun-alun Purworejo, sampai penumpang mulai kesal dan mungkin ada yang memberitahu jalan barulah bis kembali bergerak ke arah Jogja. Semula bis ini akan berhenti di Terminal Giwangan, namun ketika memasuki Ring Road Barat Jogja, bis jalan lurus. Menurut orang-orang di bis, kalau ke Giwangan harusnya belok kanan menuju Ring Road Selatan dan banyak yang bilang sopirnya sok tahu padahal tidak tahu jalan. Sukurlah saat kulihat ke jendela kami melewati kawasan sekitar Jalan Malioboro dan masih tampak ramai. Aku langsung turun di sini dan mencari ojek saja dari pada semakin lama di jalan karena diputar-putar.


Pas di titik 0 km Jogja, aku turun dan kulihat jam sudah menunjukkan pukul setengah 3 dini hari. Ternyata sudah 27 jam perjalanan darat dari Jakarta ke Jogja, luar biasa, liburanku boros di jalan. Segera aku memesan ojek online untuk mengantar ke kostan temanku. Mau tidak mau aku pun membangunkan teman yang telah tertidur, karena memang kupersilahkan tidur dulu akibat macet yang membuatku tak tahu jam berapa akan sampai. Setibanya di kostan, aku memilih mandi dulu karena badan yang sudah entah berbau apa, kemudian tertidur karena lelah selama perjalanan yang tak terduga.

Candi Prambanan
Selesai sudah perjuangan menuju Jogja, saatnya menikmati wisatanya walaupun dapat dipastikan jatah liburan berkurang karena kelamaan di jalan. Sekitar pukul 10, kami mulai bergerak dari kostannya dan mampir dulu di sebuah rumah makan prasmanan di Jalan Flamboyan di dekat Universitas Negeri Yogya (UNY). Lauknya sangat lengkap dan harganya pun terjangkau. Suasana tempat makannya pun nyaman. Setelah menyelesaikan sarapan, kami pun bergerak menuju Candi Prambanan.

Bagian Tengah Candi - Candi Siwa - Peta Komplek Candi Prambanan
Kami tiba di Kawasan Candi Prambanan sekitar pukul setengah 12 siang. Harga tiket masuk untuk Wisatawan Nusantara Dewasa adalah Rp. 30000/orang sedangkan untuk anak-anak Rp 12500/orang. Candi Prambanan merupakan kawasan candi Hindu terbesar di Indonesia dan memiliki 240 bangunan. Terdapat 3 bangunan sebagai candi utama, yakni Candi Siwa, Candi Brahma dan Candi Wisnu. Candi Siwa merupakan candi tertinggi di Indonesia dengan tinggi bangunan 47 meter. Selain itu, terdapat 3 candi wahana, 2 candi apit, 4 candi kelir, 4 candi patok dan 224 candi perwara. Saat itu, suasana prambanan benar-benar ramai. Mau masuk ke dalam candi pun macet khususnya Candi Siwa karena banyaknya pengunjung.
Ramai
Tidak terlalu lama, kami pun berjalan menyusuri area sekitar candi. Kami melihat ada peta lokasi dan berencana untuk berjalan menuju tiga candi lainnya yakni Candi Lumbung, Candi Bubrah dan Candi Sewu. Sayangnya, kami hanya mengunjungi Candi Lumbung saja karena menuju dua candi lainnya cukup jauh. Sepertinya ketiga candi ini tidak banyak di kunjungi wisatawan, karena saat kami menuju kemari, hanya ada kami dan dua orang wisatawan mancanegara. Terlihat pula bahwa sedang banyak pemugaran di candi ini. Kedepannya, mungkin ketiga candi ini juga bisa lebih dikenal dan menjadi daya tarik wisata di area Candi Prambanan. Candi Lumbung merupakan candi Budha yang diperkirakan dibangun pada abad ke 9 Masehi. Kehadiran Candi Lumbung yang berada dekat dengan Candi Prambanan yang merupakan Candi Hindu, menjadi gambaran keselarasan dan kerukunan umat manusia pada masa itu. Terdapat satu buah candi induk dan 16 buah candi perwara di dalam komplek Candi Lumbung ini.

Candi Lumbung
Selepas dari Candi Lumbung, kami kembali ke depan dan mengunjungi Museum Prambanan yang lokasinya tak begitu jauh. Di dalam museum ini terdapat 4 buah ruang koleksi dan di tenganya terdapat sebuah pendopo. Di ruang koleksi pertama bisa dijumpai arca Durga, Agastya ,Ganesha dan Nandi. Terdapat pula fosil kepala kerbau yang berasal dari masa pleistosen. Selain itu ada proses pembuatan relief ramayana yang bisa di lihat di Candi Siwa serta berbagai koleksi lainnya. Di ruangan kedua, terdapat prasasti, arca batu, arca perunggu serta peta persebaran situs di kawasan Candi Prambanan. Di ruangan ketiga memiliki koleksi yang berhubungan dengan Dewa Wisnu. Di sini kami melihat Arca Wisnu dan Laksmi, kemudian Arca Rama yang merupakan reinkarnasi Dewa Wisnu yang paling terkenal, serta Arca Garuda yang merupakan kendaraan dari Dewa Wisnu. Ruangan terakhir atau ke empat menampilkan gambar reruntuhan Candi Prambanan saat pertama di temukan serta foto orang-orang yang berjasa dalam rekonstruksi Candi Prambanan seperti Jan Willem Ijzerman yang melakukan penggalian pertamakali di Candi Prambanan. Keluar dari ruang koleksi ke empat, kami melihat adanya ruang audio visual. Kami pun menyempatkan untuk masuk dan menonton video berdurasi 20 menit tentang latar belakang ditemukannya Candi Prambanan serta Kisah Dewa Siwa yang menjadi dewa tertinggi. Untuk masuk ke ruangan ini, dikenakan lagi tiket sebesar Rp 5000 per orang. Ruangan ini memiliki kapasitas 40 orang penonton dan ber-AC sehingga cukup nyaman.

Pintu Masuk Museum - Pendopo - Arca di Luar Museum

Selesai menonton, kami pun berpindah lokasi. Rencananya kami akan ke Hutan Pinus Imogiri yang memang sedang hits. Berhubung temanku belum hapal jalannya, kami pun menggunakan GPS di ponsel. Untuk tahap awal jalannya benar, walaupun sempat diisi acara pecah ban di Simpang Empat dekat Pasar Piyungan. Semakin lama jalan yang kami lalui semakin sempit bahkan tidak lagi beraspal, tepatnya berbatu-batu dan mirip jalan setapak. Kami pun masih melanjutkan jalan karena menurut GPS jalannya benar hingga akhirnya GPS menunjukkan bahwa kami telah sampai di tujuan. Cukup kaget karena kami tiba di tepi hutan dan ada tulisan bahwa hutan di sebelah kami merupakan jalur hiking menuju Air Terjun Sri Gethuk. Jika meneruskan jalan, kondisi jalan sangat sepi dan tidak ada rumah penduduk lagi. Mau ke air terjun pun kami belum paham jalannya serta tidak tahu dimana harus menitipkan motor. Akhirnya kami pun berputar arah dan baru sebentar berjalan hujan deras pun turun. Untunglah kami menemukan sebuah masjid sehingga bisa berteduh sekalian menjalankan Sholat Dzuhur. Sambil menunggu hujan reda, barulah aku sadar, ternyata rute GPS yang ku gunakan, bukan menggunakan rute berkendara melainkan rute untuk pejalan kaki. Wajar saja jika jalannya seperti itu.

Rencana ke Imogiri pun di batalkan karena cuaca yang hujan, bahkan saat pulang kami terpaksa menerobos hujan. Tapi, saat mendekati kawasan kota, hujan mulai reda dan setelah mengganti pakaian kami pun keluar lagi untuk mencari makan dan berjalan-jalan menuju Malioboro, Alun-alun dan kawasan wisata berdekatan lainnya. Kami hanya lewat saja, karena perut sudah lapar dan kami harus mencari makan terlebih dahulu.

Setelah makan, kami kembali ke kostan  dan rencananya nanti malam kami akan ke Tugu Jogja dan Tugu Golong Gilig. Tidak banyak kegiatan yang kami lakukan di Tugu Jogja. Hanya sekedar menyantap es krim sambil menikmati suasana malam di Jogja yang memang sedang ramai. Tidak lupa berfoto di depan Tugu Jogja yang mitosnya, kalu sudah foto di sini, kuliahnya cepat kelar. Tapi kalau yang kuliahnya sudah kelar bagaimana ya? hmmm... Cepet nikah saja lah #eh. Setelah itu, kami pun pulang dan beristirahat.

Tugu Golong Gilig - Tugu Jogja

Sabtu, 7 Mei 2016
House of Raminten
House of Raminten menjadi wisata kuliner yang mengawali aktivitas kami hari ini. Lokasinya berada di Jl. FM Noto No. 7. Kami tiba di lokasi Sekitar pukul 10 dan untunglah antrian belum banyak seperti kemarin saat kami melewatinya, jadi kami hanya sebentar duduk di Ruang Tunggu. Saking ramainya, tempat makan ini memiliki ruang tunggu dengan kursi yang cukup banyak. Bahkan saat lewat kemarin, antrian sampai keluar karena kursi ruang tunggu sudah penuh. Tempat ini merupakan salah satu lokasi yang menarik untuk di kunjungi ketika sedang di Jogja. Interior serta perabotannya benar-benar memiliki nuansa Jawa tradisional yang kental. Kereta kuda, pendopo kecil, alunan musik Jawa serta Pramusaji yang mengenakan pakaian tradisional Jawa menambah pekat atmosfir Jawa di tempat ini. Menu yang disediakan memiliki nama-nama yang unik seperti Ayam Koteka, Singkong Salju, Melonkolis, Maheso Selo Gromo, Es Krim Bakar dan yang paling mengundang perhatian “Susu Perawan Tancep” (Hot Drink with Spices Brown Sugar, Ginger, Cinnamon+Milk). Oke jangan di pikirkan lagi maknanya. Dari banyaknya menu yang tersedia, aku menjatuhkan pilihan pada Bubur Ayam Kelasworo ukuran Jumbo (Rp 15000), Pisang Fla (Rp 3000) dan minumnya Es Carica (Pepaya Dieng) (Rp 13000). Ketika Bubur Ayam Kelasworoku datang, agak terkejut ternyata porsi jumbonya benar-benar jumbo, bahkan aku sampai ragu bisa menghabiskannya atau tidak. Tapi setelah mencicipinya, rasanya benar-benar lezat dan tanpa di sadari si bubur pun ludes masuk ke perut. Enak? Lapar? atau Rakus? Terserahlah yang penting puas. Harga yang harus dibayar tergolong cukup murah. Jika dilihat dari tempatnya, ku kira akan mahal, apalagi jika dinilai dari porsi yang banyak serta rasanya yang lezat.

Bubur Ayam Kelasworo Jumbo

Kalibiru
Perut pun sudah nyaman, kami pun memulai perjalanan sekitar 36 km menuju tempat wisata alam Kalibiru di  perbukitan Menoreh, Kabupaten Kulon Progo. Selain pemandangan yang indah, jalan yang harus kami lewati adalah jalan menanjak yang cukup curam. Sukurlah motor yang kami gunakan masih mampu membawa berat badan kami mencapai kawasan wisata Kalibiru ini.  Biaya parkir motor adalah Rp 2000 dan untuk tiket masuk Rp 10000 per orang. Dari tempat parkir, kami masih harus berjalan menanjak karena lokasi utamanya masih ke atas lagi.  Kawasan ini merupakan tempat wisata yang dikelola oleh masyarakat sekitar dengan fasilitas yang cukup lengkap. Terdapat Musholla, Homestay, Fasilitas Outbound, Camping Ground, Kamar Mandi, dan Warung-warung makanan. Selain itu, ada beberapa Gardu Pandang yang menjadi salah satu daya tarik utama untuk mengambil foto berlatarkan Waduk Sermo. Untuk menuju beberapa Gardu Pandang, kami mengikuti jalan setapak yang sudah dibuat agar lebih memudahkan wisatawan. Tapi, kami tidak berniat untuk berfoto di Gardu Pandang karena suasana yang ramai dan menciptakan antrian. Tak apalah, biar fotonya anti mainstream (padahal kepingin). Tak banyak aktivitas yang dilakukan di sini, setelah berfoto-foto, makan mie dan ngopi, kami pun pulang dengan jalan yang berbeda saat naik. Hal ini dikarenakan kami berniat melewati Waduk Sermo yang menjadi latar foto ketika berada di Kalibiru. Perjalanan turun kali ini cukup menegangkan karena kecuraman jalannya. Belum lagi temanku merasakan ada yang aneh dari motornya. Ternyata, ban nya agak kempes sedangkan tambal ban entah ada dimana. Sukurlah ada warga yang mau membantu dan memompa ban agar laju motor menjadi normal kembali.

Kalibiru

Waduk Sermo
Setelah melewati jalan yang curam namun tidak semencekam sebelumnya karena kondisi ban sudah membaik, kami pun tiba di area landai. Tak lama, kami pun tiba di pinggiran Waduk Sermo. Udara perbukitan yang sejuk serta kondisi waduk yang tidak begitu ramai, membuat suasana terasa sangat nyaman. Belum lagi pemandangan Bukit Menoreh yang menjadi latar belakangnya membuatnya tampak semakin indah. Jika tidak khawatir pulang kemalaman, mungkin aku akan mengajak untuk bersantai sambil menunggu sunset di sini. Tapi karena kondisi jalan yang akan kami lalui lumayan sepi dan gelap, apalagi kami hanya berdua dan semuanya perempuan, lebih baik menjaga keamanan diri. Menurut informasi, Waduk Sermo merupakan satu-satunya waduk di Jogja. Tidak ada tiket ataupun biaya parkir di sini, entah mungkin karena sedang sepi. Setelah puas bersantai, kami pun bergerak pulang walaupun sempat dibingungkan karena GPS yang kami gunakan sinyalnya kacau sehingga titik posisi kami menjadi berubah-ubah di persimpangan yang sepi, alhasil kami tidak bisa bertanya pada orang yang lewat. Kami pun nekat mengambil jalan lurus dan syukurlah ternyata benar. Selepas dari tempat itu, jalan pun lancar karena sinyal yang sudah stabil hingga akhirnya kami tiba lagi di kostan sekitar pukul lima sore.

Waduk Sermo

Malam harinya, kami isi dengan acara keliling kota Jogja lagi. Sayangnya jalanan di Jogja macet luar biasa. Selain karena long weekend, kebetulan juga ini malam minggu. Belum lagi banyak jalan yang di tutup sehingga kami hanya berjalan-jalan sebentar dan langsung pulang lagi ke kost an sambil mencari makan malam.

Minggu, 8 Mei 2016
Hari ini, aku harus pulang kembali ke Jakarta karena besok sudah mulai kerja. Ada rasa was-was jika harus kena macet lagi seperti berangkat kemarin. Pagi hari setelah sarapan dan bersiap-siap, aku diantar ke beberapa travel agent, mungkin saja mereka masih memiliki tiket yang belum terjual. Sebelumnya aku sudah menelpon ke beberapa pool bis dan ternyat tiket menuju Jakarta sudah habis semua. Setibanya di beberapa lokasi travel agent, hasilnya sama saja, mereka pun kehabisan tiket. Akhirnya aku memutuskan untuk di antar ke terminal saja dan mencoba-coba peruntungan bis yang masih memiliki sisa tempat duduk untukku.

Kami pun langsung pulang ke kost untuk mengambil barang dan setelah tertidur sebentar, aku diantar menuju Terminal Jombor. Loket pertama yang kudatangi sudah kehabisan, begitupun loket ke dua. Tapi sukurlah di loket ketiga aku mendapatkan tiket yang di cancel oleh pemesan sebelumnya. Walau harganya lumayan mahal, aku pun mengiyakan. Tiket pesawat dan kereta pun sudah tidak ada lagi bahkan yang kemarin ku lihat penerbangan dengan harga dua juta sekian pun sudah lenyap. Dengan membayar Rp 200000, transport pulang ku pun sudah aman. Bis baru akan berangkat pukul lima nanti, sedangkan sekarang baru pukul 13.30. Berhubung temanku sudah pulang dan ku lihat di Google Maps jarak Terminal Jombor dan Monumen Jogja Kembali tidak jauh hanya sekitar 1.7 km, aku pun mulai melangkah dan mengunjungi monumen tersebut di sela-sela penantian keberangkatan bis. Tak lupa ku atur alarm pukul 3 harus segera bergerak pulang karena sangat menyedihkan jika harus ketinggalan bis yang notabene sedang langka. Selain itu, aku menitipkan pesan kepada penjaga loket jika mau berangkat dan aku belum ada, tolong di tunggu dan di hubungi.

Monumen Jogja Kembali (Monjali)
Setelah berjalan melewati pemukiman penduduk yang merupakan jalan tercepatnya untuk pejalan kaki, akhirnya aku pun tiba di Monumen Jogja Kembali atau Monjali. Tiket masuk kawasan ini adalah Rp 10000 per orang. Monumen buka dari pukul 8 pagi sampai jam 4 sore pada dari hari Selasa – Minggu. Ketika pertama masuk, yang pertama kulihat adalah bangunan utama berupa monumen megah berbentuk kerucut dan dikelilingi oleh kolam. Setelahnya, aku melihat banyaknya hiasan-hiasan lampion berbagai bentuk. Ternyata, mulai sore hingga malam hari, area monumen ini menjadi kawasan wisata Taman Lampion. Sebelum masuk monumen, di seberangnya terdapat 422 nama pahlawan yang gugur di daerah Wehrkreise III (RIS) antara tanggal 19 Desember 1948 sampai dengan 29 Juni 1949. Monumen ini di bangun pada tanggal 29 Juni 1985 dengan maksud untuk memperingati peristiwa sejarah ditariknya pasukan Belanda pada tanggal 29 Juni 1949 dari Jogjakarta yang saat itu menjadi Ibukota RI.

Monjali dan Taman Lampion
Monumen ini terdiri dari tiga lantai dan empat pintu. Jika masuk dari pintu Utara dan Selatan, akan menaiki tangga terlebih dahulu dan langsung masuk ke lantai dua. Sedangkan dari pintu Barat dan Timur, akan langsung memasuki lantai satu. Untuk lantai pertama terdapat Ruang Museum dan Ruang Perpustakaan. Ruang museum memiliki empat ruang pameran serta satu ruang serbaguna di tengah-tengahnya. Di dalam museum bisa dilihat berbagai benda bersejarah seperti dokar tentara pelajar, kursi tandu milik Jendral Sudirman, Sejata-senjata perang, tempat tidur Soekarno di Istana Negara Gedung Agung ketika Jogja menjadi Ibukota, berbagai foto dan lukisan di dinding serta beragam koleksi lainnya. Ada pula patung yang mengenakan seragam dari PETA, Heiho, Prajurit Istimewa, Tentara Pelajar, Laswi, Gerilya dan Cadet Vaandrigt.
Peta Lantai 1 Monjali - Beberapa Koleksi Museum
Beralih ke lantai dua, dimana terdapat Ruang Diorama dan Relief. Di dalam ruangan, terdapat 10 diorama yang bercerita tentang situasi penyerangan Belanda terhadap Maguwo tanggal 19 Desember 1949, Serangan umum 1 Maret, Perjanjian Roem Royen serta peringatan proklamasi di gedung agung Jogjakarta tanggal 17 Agustus 1949. Di luar ruangan, terdapat 40 ukiran relief yang menceritakan perjuangan rakyat Indonesia dari tanggal 17 Agustus 1945 hingga 28 Desember 1949. Di lantai 3 terdapat sebuah ruangan bernama Garbha Graha yang merupakan ruang hening berbentuk lingkaran dan terdapat tiang bendera beserta bendera merah putihnya. Ruangan ini digunakan untuk mendoakan para pahlawan serta mengenang jasa-jasanya.

Atas: Lantai 2 Monjali: Salah Satu Diorama - Relief di luar Lantai 2
Bawah: Halaman Monjali: Rute Kunjungan - Daftar Nama Pahlawan

Setelah puas berkeliling, waktu sudah menunjukkan hampir pukul tiga. Aku pun langsung bergerak kembali ke Terminal agar lebih aman dari ketinggalan walaupun setibanya di terminal aku masih harus menunggu lagi keberangkatan bis. Sekitar pukul lima, bis pun bergerak menuju Jakarta dengan tujuan Terminal Lebak Bulus. Sukurlah perjalanan pulang kali ini berjalan lancar dan tidak ada kemacetan yang berarti.

Senin, 9 Mei 2016

Menjelang subuh, kami pun memasuki kawasan Jakarta dan tiba di Terminal Lebak Bulus sekitar pukul 6. Tak lama setelah itu, aku pun segera mencari halte busway terdekat untuk membawaku kembali ke daerah Cengkareng. Setibanya di kost, aku mulai bersiap untuk kembali ke rutinitas kantor hari ini.
Ke Jogja lagi? Tentu mau, hanya saja jangan naik bis lagi dan usahakan tidak sedang long weekend. Perjalanan ditutup dengan kunjungan ke Monumen Jogja Kembali dengan harapan masih diberi kesempatan untuk Mengunjungi Jogja Kembali 

1 komentar: